REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog balita, anak, dan remaja Ratih Zulhaqqi mengatakan, penculikan dan kekerasan pada anak yang kini banyak terjadi bisa menimbulkan pengalaman traumatis pada korban. Namun, dibutuhkan assesment untuk mengetahui munculnya trauma dan akibatnya.
"Penculikan dan kekerasan terhadap anak memang biasanya akan menjadi pengalaman traumatis bagi anak. Tetapi apakah ini menjadi traumatic event yang bisa langsung dilihat pada saat itu? Belum tentu," ujarnya, Selasa (17/1/2023).
Ia menyontohkan, penculikan terjadi selama sepekan, kemudian anak ditemukan. Namun, untuk menentukan trauma, belum bisa dipastikan kapan munculnya trauma dan efeknya.
"Harus ada assesmen lebih lanjut. Terkadang, psikolog memerlukan waktu untuk melakukan assesment," katanya.
Ia menambahkan, biasanya assesment dilakukan 1 hingga 3 bulan setelah penculikan terjadi untuk melihat apakah ada efek trauma selain fisik pada anak. Ia menambahkan, minimal efek yang bisa terjadi adalah rasa takut anak yang berlebihan.
Apalagi pada saat penculikan terjadi, korban mendapatkan tindakan kekerasan, entah melalui verbal, fisik atau kekerasan seksual. Tak hanya orang asing, ia menyoroti kadang ada penculikan yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri.
Ratih mengungkapkan, ia pernah menemukan kasus pasangan suami istri ya g bercerai dan kemudian ayah menculik anaknya di sekolah. Si ibu sampai lapor ke polisi dan kondisi jadi mencekam karena tidak tahu buah hatinya pergi kemana.
"Ternyata dibawa ayahnya ke luar negeri. Kemudian, pada saat kembali, mereka baik-baik saja setelah melakukan perjalanan," ujarnya.
Sebelumnya di awal 2023 ini, Indonedia diramaikan dengan kasus-kasus penculikan anak. Belakangan masyarakat tengah membicarakan soal kasus penculikan anak di Makassar, Sulawesi Selatan.
Terobsesi dengan transaksi jual beli organ tubuh yang dilihat di internet serta tergiur untuk mendapatkan sejumlah uang, 2 remaja di Makassar tega menculik dan membunuh bocah 11 tahun bernama Fadli.
Korban dibunuh untuk dijual organ tubuhnya. Pelaku AR (17) dan AF (14), membunuh korban di sebuah rumah setelah sebelumnya mengajak korban untuk membantu membersihkan rumahnya di Jalan Ujung Bori. Ketiganya lalu menuju rumah AR di Jalan Batua Raya 14 untuk dieksekusi.