Eksepsi Tiga Polisi Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Dimentahkan JPU
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Para terdakwa dihadirkan secara virtual di layar selama persidangan pertama penyerbuan maut stadion Kanjuruhan di gedung pengadilan di Surabaya, Jawa Timur, Senin (16/1/2023). | Foto: EPA-EFE/MAST IRHAM
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanggapi eksepsi tiga polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan. Tiga polisi tersebut adalah Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Jaksa membantah apa yang disampaikan dalam eksepsi terdakwa yang menyebut dakwaan JPU disusun dengan tidak cermat, rapuh, dan meraba-raba. Jaksa Rahmat Hary Basuki menegaskan, pihaknya telah mencantumkan pasal konkret dasar dakwaan, yakni Pasal 359 dan 360 ayat 1 dan 2 KUHP, yang disusun dalam dakwaan kumulatif dan masih berlaku sebagai hukum positif.
"Sedangkan peraturan dan Statuta FIFA Itu untuk memberikan konteks secara utuh bukan untuk pasal pemidanaan," kata Rahmat di PN Surabaya, Selasa (24/1/2023).
Secara umum, kata dia, pasal-pasal yang dikenakan jelas dan tegas masuk dalam delik materil. Yaitu menitikberatkan pada hubungan sebab akibat antara perbuatan terdakwa dengan timbulnya suatu peristiwa hukum yang tidak dikehendaki.
Jaksa juga memprotes keterlibatan Bidang Hukum Polda Jatim yang jadi pengacara tiga polisi dalam kasus ini. Jaksa menolak secara tegas keterlibatan Bidang Hukum Polda Jatim, karena melanggar Undang-Undang Advokat.
Menurut jaksa, seorang Bidang Hukum Polda Jatim yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dilarang menjadi kuasa hukum terdakwa. "Seorang PNS atau aparat atau pejabat lainnya tidak boleh mewakili (menjadi kuasa hukum terdakwa" ujarnya.
Tiga anggota polisi yang menjadi terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan membacakan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (20/1). Dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukum ketiga terdakwa, AKBP Nurul Anaturoh menilai, dakwaan jaksa tak jelas, tak rinci, serta rapuh dan terkesan meraba-raba.
"JPU dalam surat dakwaan tidak menjelaskan, merinci, atau menyebut, tugas dan kewajiban yang mana dan seperti apa yang tidak dilakukan oleh terdakwa. Surat sakwaan penuntut umum rapuh dan sangat meraba-raba," kata Nurul.
Pria yang juga merupakan anggota Bidang Hukum Polda Jatim itu pun mengeluhkan dakwaan JPU yang menyebut kewajiban hukum bagi terdakwa untuk memperhitungkan Stadion Kanjuruhan yang tertutup, dengan jumlah penonton sangat padat. Namun tanpa menyampaikan dasar peraturan Undang-Undang yang mengembankan kewajiban tersebut pada terdakwa.
Menurutnya, surat dakwaan yang demikian mengandung ketidakjelasan, sehingga tidak memenuhi kriteria cermat dan jelas yang merupakan syarat materiil dalam menyusun dakwaan. Selain itu, kata dia, terdakwa yang merupakan anggota Polri dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya hanya tunduk pada peraturan Undang-Undnag yang berlaku, bukan pada statuta FIFA atau regulasi PSSI.
"Statuta FIFA yang diadopsi menjadi regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021 hanya sebagai law of the game dan bukan merupakan peraturan UU atau ‘rule of law’ sehingga tidak mengikat pihak di luar PSSI dan tentu saja tidak mengikat terdakwa," ujarnya.