Rabu 25 Jan 2023 20:16 WIB

Pengemudi Ojol Tolak Jalan Berbayar, Ini Respons Pemprov DKI Jakarta

Pengemudi ojol tidak dikecualikan dari rencana kebijakan jalan berbayar elektronik.

Rep: Zainur Mashir Ramadhan/ Red: Andri Saubani
Kamera pengawas ERP yang terpasang di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (20/1/2023). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan sistem jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) di 25 ruas jalan di Ibu Kota dengan usulan tarif sebesar Rp 5.000 hingga Rp 19.000 sekali melintas. Kebijakan tersebut akan diterapkan kepada semua kendaraan pribadi baik roda empat maupun roda dua. Penerapan sistem tersebut diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan membuat masyarakat beralih ke transportasi umum. Namun, perencanaan tersebut tidak dibarengi dengan fasilitas yang memumpuni seperti masih kurangnya kamera pengawas, monitor yang tidak menyala dan kurangnya sosialisasi.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kamera pengawas ERP yang terpasang di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (20/1/2023). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan sistem jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) di 25 ruas jalan di Ibu Kota dengan usulan tarif sebesar Rp 5.000 hingga Rp 19.000 sekali melintas. Kebijakan tersebut akan diterapkan kepada semua kendaraan pribadi baik roda empat maupun roda dua. Penerapan sistem tersebut diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan membuat masyarakat beralih ke transportasi umum. Namun, perencanaan tersebut tidak dibarengi dengan fasilitas yang memumpuni seperti masih kurangnya kamera pengawas, monitor yang tidak menyala dan kurangnya sosialisasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, rencana kebijakan jalan berbayar akan berdampak terhadap pekerja ojek online (ojol). Alasannya, mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan metode berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) berlaku terhadap semua kendaraan kecuali transportasi umum plat kuning dan kendaraan listrik.

"Tentu ini yang kita akan melihat perkembangan dari revisi UU 22 Tahun 2009 yang saat ini masih ada di DPR,” kata Syafrin kepada awak media di DPRD, Rabu (25/1/2023). 

Baca Juga

 

Namun, untuk sementara sebelum ada perubahan, pihaknya akan tetap mengacu pada peraturan yang ada untuk implementasi jalan berbayar. Ditanya kemungkinan dan usulan perubahan dari Dishub DKI soal UU itu, dia menolaknya.

 

“Sekarang kan menjadi inisiatif DPR untuk melakukan revisi UU 22 Tahun 2009 dan itu masih dalam pembahasan di sana,” ucapnya. 

Berdasarkan Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik, ojek daring masuk ke kategori berbayar jalan tertentu nantinya. Namun demikian, nyatanya hal itu mendapat penolakan dari para ojol.

 

Pada Rabu (25/1/2023), seratusan pengemudi ojek online atau ojol berunjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Para pengunjuk rasa dengan seragam dan platform berbeda itu menolak penerapan jalan berbayar elektronik.

“Kita hanya minta ini dibatalkan,” kata salah satu orator dari mobil komando di lokasi.

Dia mengatakan, wacana sejak gubernur-gubernur lalu tersebut memang sudah diketahui banyak pihak. Namun demikian, mencuatnya kembali keputusan untuk membuat jalanan di DKI berbayar dirasa tidak tepat.

“Lawan, tolak ERP. Legislator, jangan berlakukan ERP jika masih berharap suara kami di 2024,” lanjutnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement