REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Alquran menjelaskan tentang beberapa macam nafsu. Mulai dari tingkatan yang terendah, hingga yang tertinggi.
Tingkatan terendah nafsu, yaitu nafsu yang menjurus pada kejahatan. Namun nafsu dapat mendorong kepada kebaikan. Allah SWT berfirman:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Mahapengampun, MahapPenyayang." (QS Yusuf ayat 53)
Nafsu berasal dari bahasa Arab, yaitu an-nafs dengan berbagai makna yang melekat padanya.
Dalam tafsir Kementerian Agama dipaparkan, an-nafs adalah bentuk mufrad (tunggal), sedangkan jamaknya ialah nufus atau anfus. Secara bahasa, akar katanya bermakna keluarnya sesuatu yang semilir baik berupa angin atau lainnya.
Ruh atau jiwa disebut nafs, karena masuk dan keluarnya ruh ke dalam jasad selalu dengan lembut. Allah SWT berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا "Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)." (QS Asy-Syams ayat 7)
Nafs juga berarti napas, sebab, napas seseorang yang berupa udara atau angin yang keluar masuk melalui tenggorokan, itu berlangsung dengan lembut. Nafs juga bisa berarti diri, sebagaimana dalam surat at-Taubah ayat 128:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
Kata nafs disebutkan 295 kali dalam Alquran dengan berbagai bentuknya pada 63 surat. Dalam Alquran, terdapat tiga macam nafs. Pertama adalah an-nafs al-ammarah, seperti dalam Surat Yusuf ayat 53, yang berarti jiwa yang selalu menyuruh pada kejahatan atau keburukan.
Kedua ialah an-nafs al-lawwamah, yang bermakna jiwa yang selalu menyesal pada diri sendiri, baik saat mengerjakan kebaikan maupun keburukan. Hal ini sebagaimana surat al-Qiyamah ayat 2:
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ "Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri)".
Ketiga adalah an-nafs al-muthmainnah yang berarti jiwa yang tenang, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Fajr ayat 27:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ "Wahai jiwa yang tenang!"
Dari tiga jenis nafs itu, nafsu terendah tentu saja adalah an-nafs al-ammarah, lalu an-nafs al-lawwamah, baru kemudian an-nafs al-muthmainnah.
Nafs, yang dalam hal ini berarti jiwa, pada dasarnya netral, lalu diwarnai oleh manusia. Ketika nafs ini disucikan, akan beruntung. Jika dikotori, akan celaka. Ini seperti disebutkan dalam Alquran, Allah SWT berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
"Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya." (QS asy-Syams ayat 7-10)
Dalam ayat 53 Surat Yusuf, dijelaskan mengenai nafs yang berarti nafsu yang mendorong pada kejahatan.
Ayat terseut menjelaskan, Nabi Yusuf sebagai manusia mengakui setiap nafsu memiliki kecenderungan untuk didorong pada perbuatan jahat, kecuali jika diberi rahmat dan mendapat perlindungan Allah SWT.
Ayat itu mengisahkan bagaimana Nabi Yusuf selamat dari godaan istri raja Mesir saat itu, karena mendapat rahmat Allah SWT dan perlindungan-Nya.
Walaupun, Nabi Yusuf sebagai manusia tertarik pada wanita tersebut. Demikian pula wanita itu, yang juga tertarik pada Nabi Yusuf.
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ ۖ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَىٰ بُرْهَانَ رَبِّهِ ۚ كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS Yusuf ayat 24).