REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Umat Islam diajarkan untuk melakukan amal kebaikan sesuai ajaran agama Islam.
Namun, banyak di antaranya yang berbangga diri atau merasa menjadi orang baik setelah melakukan amal kebaikan. Tapi ada juga amal kebaikan yang dilakukan tanpa disadari atau terlupakan, karena dianggap kecil.
Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menjelaskan amal kebaikan seperti apa yang kemungkinan besar diterima Allah SWT.
لا عَمَلَ أَرْجى لِلْقُلوبِ مِنْ عَمَلٍ يَغيبُ عَنْكَ شُهودُهُ ويُحْتَقَرُ عِنْدَك وُجودُهُ
"Tidak ada amalan yang lebih bisa diharapkan hati untuk diterima Allah SWT daripada amalan yang tidak kamu sadari dan dianggap remeh." (Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam)
Sama halnya dengan manusia, hati itu juga membutuhkan asupan agar ia bisa hidup. Ia membutuhkan cahaya agar bisa terang dan jauh dari kegelapan.
Ia harus dibersihkan dari segala jenis maksiat dan kotoran, agar kacanya jernih dan mampu menangkap cahaya Ilahi. Hati membutuhkan dorongan agar bisa naik dari jurang yang dalam menuju puncak kemuliaan.
Di antara asupan utama hati adalah amalan yang kamu tidak sadari dan dianggap remeh. Di dalam hati, kamu menyadari sepenuhnya bahwa semua amalan yang kamu lakukan adalah kehendak-Nya.
Jika kamu mengerjakan sholat maka itu adalah kehendak-Nya. Jika kamu berpuasa maka itu adalah atas kehendak-Nya. Jika Allah SWT menginginkan kamu malas dan lalai maka kamu akan mengalami sesuatu yang diinginkan-Nya, hanya saja Dia selalu menginginkan kebaikan bagi para hamba-Nya.
Kamu juga menyadari bahwa semua manusia yang ada di dunia melakukan amal-amal kebaikan yang banyak, itu tidak akan menambah kedudukan dan kemuliaan-Nya.
Allah SWT adalah Tuhan yang berdiri sendiri dan tidak membutuhkan orang lain, justru kamu sebagai manusia yang membutuhkan-Nya.
Siapakah diri kamu sehingga membanggakan amalan di hadapan-Nya? Kamu hanyalah manusia biasa dan makhluk hina yang tidak ada artinya di hadapan-Nya.
Sebanyak apapun amalan yang kamu lakukan selama di dunia ini, maka sama sekali tidak sepadan dengan sayap nyamuk di hadapan-Nya.
Berapa banyak nikmat-Nya yang telah diberikan kepada kamu? Kamu diberikan udara yang banyak untuk bernapas. Diberikan kesehatan untuk bekerja dan menikmati hasilnya.
Diberikan rezeki yang tidak terhingga. Jika semua itu dibandingkan dengan amalan kamu, maka berapakah besar perbandingannya? Mungkin, tidak sampai sepersepuluhnya, bahkan jauh di bawahnya.
Oleh karena itu, jangan pernah membanggakan amalan, dan jangan takjub dengannya. Semua itu hanyalah kewajiban yang harus kamu tunaikan.
Kerjakanlah sesuatu yang diperintahkan-Nya, dan jauhilah semua yang dilarang-Nya. Mengenai hasil, itu adalah hak-Nya yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.
Hal ini dijelaskan Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam dengan penjelasan tambahan oleh penyusun syarah dan penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017.
Sementara, terjemah kitab Al-Hikam oleh Ustadz Bahreisy menambah penjelasan perkataan Syekh Athaillah.
Ustadz Bahreisy menerangkan, amal kebaikan yang pasti diterima Allah SWT yaitu jika merasa bahwa amal kebaikan itu dilakukan semata-mata karena taufik dan hidayah dari Allah SWT. Kemudian orang yang melakukan amalnya tidak berbangga dengan amalnya, dan tidak merasa seolah-olah telah cukup baik dengan adanya amal itu.
Sebab, amal yang dilakukannya telah ditujukan untuk mendapat keridhoan Allah SWT. Maka tidak usah diingat-ingat lagi. Sebab siapa yang merasa sudah beramal, jarang sekali yang tidak merasa bangga dengan amalnya, padahal itu suatu bahaya untuk amalnya.