ANTARIKSA -- Terletak di pegunungan di barat South Dakota adalah kota kecil Lead, yang masih alami dan 'kuno'. Kendaraan pengunjung yang melewati salon rambut atau taman anjing mungkin tidak pernah menduga bahwa eksperimen yang tidak biasa, bahkan di dunia lain, terjadi satu mil di bawah permukaan yang mereka lewati.
Sebuah tim peneliti yang terdiri dari anggota fakultas fisika Universitas Maryland (UMD) dan mahasiswa pascasarjana berharap menangkap partikel yang dihipotesiskan dari luar angkasa ke Sanford Underground Research Facility, bekas tambang emas yang beroperasi pada puncak demam emas tahun 1870-an. Mereka sedang mencari WIMP, partikel masif yang berinteraksi lemah (Weakly interacting massive particle), yang diperkirakan terbentuk ketika alam semesta baru berusia sepersekian detik dan mungkin ada tanpa terlihat di sekitar kita.
Fasilitas penelitian tersebut dinilai cocok untuk jenis pencarian ini karena kedalamannya mencegah intrusi sinar kosmik yang bisa mengganggu eksperimen. Jika WIMP berhasil diamati, mereka dapat menjadi petunjuk untuk menyelesaikan beberapa masalah yang paling membingungkan dalam fisika, yaitu sifat substansi hipotetis misterius yang disebut materi gelap dan struktur alam semesta itu sendiri.
Materi gelap diyakini mengisi 85 persen dari alam semesta, namun tak pernah diidentifikasi. Baca: Materi Gelap Membuat Alam Semesta Gelap.
Baru dimulai
Tim UMD dipimpin oleh Profesor fisika Carter Hall, yang telah mencari materi gelap selama 15 tahun. Bersemangat dengan kemungkinan mengamati fenomena fisik yang tidak dapat dijelaskan, Hall sebelumnya bergabung dengan eksperimen Large Underground Xenon (LUX), sebuah instrumen di Lab Sanford yang berupaya mendeteksi materi gelap dari tahun 2012 hingga 2016.
LUX adalah pendeteksi materi gelap WIMP paling sensitif di dunia hingga 2018. Namun, saat ini digantikan eksperimen LUX-ZEPLIN (LZ) yang diluncurkan tahun lalu dengan kualitas yang lebih baik. Hall percaya LZ memiliki target yang jauh lebih besar dan berpeluang lebih baik untuk mendeteksi materi gelap. Penemuan WIMPS dapat membantu menjelaskan 85 persen massa alam semesta, yang diyakini sebagai materi gelap.
Tidak seperti eksperimen yang dilakukan pada penghancur partikel di Large Hadron Collider (LHC) Swiss, LZ mencoba mengamati secara langsung materi gelap, bukan membuatnya. Seorang profesor riset di Departemen Fisika UMD, Anwar Bhatti mengatakan, ada pro dan kontra dari kedua pendekatan tersebut. Dia bekerja di LHC dari tahun 2005 hingga 2013 dan sekarang menjadi bagian dari tim LZ di UMD.
Bhatti mengatakan, kemungkinan menemukan bukti WIMP sangat kecil. Tetapi dia berharap partikel yang sebelumnya belum ditemukan akan muncul dalam eksperimen mereka dan meninggalkan jejak petunjuk yang berarti.
"Ada kemungkinan kita akan melihat tanda-tanda materi gelap, tapi apakah itu konklusif masih harus dilihat," kata Bhatti.
Mahasiswa pascasarjana fisika UMD, John Silk dan John Armstrong juga merupakan bagian dari percobaan ini. Tim tersebut telah menerbitkan serangkaian hasil pertamanya pada Juli 2022 setelah pengumpulan data selama beberapa bulan. Belum ada materi gelap yang terdeteksi, tetapi hasilnya menunjukkan percobaan berjalan lancar. Para peneliti berharap terus mengumpulkan data hingga lima tahun.
"Itu hanya sedikit gambaran dari datanya. "Hal ini meyakinkan kami bahwa eksperimen ini bekerja dengan baik, dan kami dapat mengesampingkan jenis WIMP tertentu yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya. Saat ini kami adalah pencarian WIMP paling sensitif di dunia," kata Hall.
Bunga api dalam gelap
Pencarian langsung materi gelap ini hanya dapat dilakukan di bawah tanah karena para peneliti perlu menghilangkan radiasi kosmik tingkat permukaan. Radiasi itu dapat mengacaukan sinyal materi gelap dan membuatnya lebih mudah dilewatkan.
"Di sini, di permukaan Bumi, kita terus-menerus bermandikan partikel kosmik yang menghujani kita. Beberapa di antaranya datang dari seberang galaksi dan beberapa di antaranya melintasi alam semesta," jelas Hall.
Eksperimen berada sekitar satu mil di bawah tanah sehingga memungkinkan sinar kosmik konvensional telah diserap oleh batu. Di bawah itu, peneliti berharap melihat beberapa komponen eksotis yang tidak banyak berinteraksi dan tidak akan diserap oleh batu.
Dalam eksperimen LZ, semburan cahaya dihasilkan oleh tumbukan partikel. Peneliti kemudian bekerja mundur, menggunakan karakteristik kilatan cahaya ini untuk menentukan jenis partikelnya.
Kelompok riset UMD mengalibrasi instrumen yang menggerakkan eksperimen LZ, yang melibatkan penyiapan dan penyuntikan tritium (bentuk hidrogen radioaktif) ke dalam bentuk cair xenon (gas yang sangat padat). Setelah dicampur, campuran radioaktif dipompa ke seluruh instrumen, di mana tumbukan partikel dapat diamati.
Para peneliti kemudian menganalisis peluruhan campuran untuk menentukan bagaimana instrumen merespons peristiwa latar belakang yang bukan materi gelap. Melalui proses eliminasi, para peneliti mempelajari jenis-jenis interaksi yang penting maupun tidak.
"Itu memberi tahu kita seperti apa materi gelap itu, jadi apa yang akan kita cari dalam data pencarian materi gelap adalah peristiwa yang tidak sesuai dengan pola itu," kata Hall.
Menulis ulang pedoman fisika?
Jika materi gelap terdeteksi, partikel WIMP ini akan mendorong perombakan besar-besaran Model Standar partikel fisika, yang menjelaskan gaya fundamental alam semesta. Bukan saja dapat menjawab pertanyaan mendesak tentang alam semesta, ada kemungkinan besar eksperimen ini juga akan menciptakan yang baru.
"Itu berarti banyak ide dasar kita tentang konstituen dasar alam perlu direvisi dengan satu atau lain cara. Memahami bagaimana hal itu cocok dengan fisika partikel seperti yang kita ketahui akan segera menjadi tantangan besar bagi fisikawan partikel generasi berikutnya," kata Hall.