REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan Usaha, Kecil, dan Menengah (UKM) Teten Masduki mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk merevisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Revisi UU tentang koperasi ini diusulkannya menyusul kasus penipuan dan penggelapan dana nasabah Koperasi Simpan Pinjam Indosurya dan berbagai kasus koperasi lainnya.
"Karena itu saya sudah sampaikan ke Presiden dengan pak Menko Ekonomi mengenai rencana revisi UU Koperasi supaya nanti penjahat keuangan di perbankan tidak pindah ke koperasi," ujar Teten di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (8/2).
Ia menjelaskan, aturan terkait pengawasan koperasi simpan pinjam saat ini masih lemah. Di dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pemerintah tidak punya kewenangan pengawasan. Pengawasan hanya dilakukan oleh pengawas yang diangkat sendiri oleh operasi.
"Faktanya ini gak memadai lagi, gak cukup lagi. Jadi kalau di bank kan sudah ada kalau gagal bayar ada LPS, pengawasnya ada OJK. Di koperasi ini gak ada," jelas Teten.
Terdapat tiga hal yang diusulkan Teten dalam revisi UU Perkoperasian. Pertama yakni perlunya dibentuk otoritas pengawas koperasi seperti OJK untuk mengawasi pengelolaan dana yang cukup besar di koperasi simpan pinjam.
"Seperti OJK tapi memang khusus untuk koperasi. Di Amerika sudah dilakukan dan juga di Jepang. Tadi kita mungkin bisa meniru pengalaman itu," ujarnya.
Kedua, ia mengusulkan agar dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Menurutnya, penyimpanan dana di koperasi simpan pinjam juga harus mendapatkan perlindungan seperti halnya menyimpan dana di perbankan.
Ketiga, perlu adanya mekanisme Apex di koperasi. Mekanisme Apex ini disebutnya juga sudah berjalan di perbankan.
"Apex ini seperti di bank kan sudah ada. Kalau bank misalnya kekurangan likuiditas kan bisa dipinjem dulu. Nah ini di koperasi juga perlu," jelas dia.
Teten menyebut, pemerintah akan segera mendorong agar revisi UU Perkoperasian dapat menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023. Ia mengatakan, sudah ada delapan koperasi simpan pinjam yang mengalami gagal bayar saat pandemi Covid-19. Kedelapan koperasi itu sudah menempuh penundaan pembayaran kewajiban utama.