REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rusia gunakan strategi informasi dalam memecah dukungan yang beredar di publik. Upaya ini, menurut ahli terkemuka dalam ancaman hibrida di Ukraina Liubov Tsybulska, sebagai tindakan agar tidak banyak pihak yang mau memberikan dukungan terhadap Ukraina.
Salah satu informasi yang disebar Rusia dengan menggunakan narasi mengkotakan koalisi Barat dan anti-Barat. "Namun bagi kami, ini bukan tentang Barat dan Anti-Barat. Ini tentang kemerdekaan, kebebasan, dan hidup kami," ujar profesional dalam komunikasi strategis ini dalam dialog publik "Mendengarkan Ukraina: Perkembangan Terkini dan Prospek Penyelesaian Krisis" yang diselenggarakan FISIP UI pada Kamis (9/2/023).
Pendiri dan direktur pertama Pusat Komunikasi Strategis (CSC) di bawah Kementerian Kebudayaan dan Kebijakan Informasi Ukraina itu menjelaskan, upaya ini memang cukup berhasil dengan beberapa pihak yang menahan dukungan. Walau begitu Ukraina dapat bertahan hingga saat ini.
Tsybulska menceritakan, pada awal-awal invasi Rusia dilakukan, banyak informasi menyatakan ibu kota Ukraina, Kiev, akan tumbang dalam tiga hari. Namun, menginjak peringatan satu tahun invasi tersebut, Ukraina tetap bisa melawan dengan baik.
Bahkan, Tsybulska menegaskan, Rusia hingga saat ini belum bisa mencapai satu pun tujuan yang ingin dicapai dari invasi tersebut. Padahal pasukan Rusia telah kehilangan ratusan ribu nyawa untuk menyerangan berbagai wilayah Ukarina.
"Mereka pada dasarnya hanya membuang nyawa warganya sendiri dalam perang yang membunuh mereka," ujar Tsybulska.
Informasi-informasi palsu yang disebarkan Rusia, menurut Tsybulska, tidak hanya tentang dukungan Barat saja. Hal paling yang mengejutkannya adalah narasi tentang tindakan Rusia yang menjaga Muslim.
"Kami sangat terkejut dengan naratif itu, karena kami semua mengingat tentang Chechnya, karena peristiwa di Chechnya sangat parah," ujar Tsybulska.
Tsybulska kembali mengulik sejarah saat pemerintahan Rusia yang memaksa wilayah itu untuk bergabung pada 1999. Setelah itu kekerasan terus berlanjut di wilayah mayoritas Muslim tersebut.
Cerita tentang suatu kelompok yang tidak memanusiakan pihak lain ini sudah sering terjadi dalam sejarah, terus berulang. Menurut Tsybulska, ini yang sedang terjadi di Ukraina atas tindakan Rusia.