Sabtu 11 Feb 2023 21:46 WIB

Serikat Pekerja Prancis Gelar Protes Nasional Terkait Sistem Pensiun

Rencana reformasi pensiun menaikan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nora Azizah
Ratusan ribu orang diperkirakan akan mengambil bagian dalam aksi protes nasional di seluruh Prancis pada  Sabtu (11/2/2023).
Foto: REUTERS/Sarah Meyssonnier
Ratusan ribu orang diperkirakan akan mengambil bagian dalam aksi protes nasional di seluruh Prancis pada Sabtu (11/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Ratusan ribu orang diperkirakan akan mengambil bagian dalam aksi protes nasional di seluruh Prancis pada Sabtu (11/2/2023). Para pengunjuk rasa berusaha untuk menekan pemerintah atas rencana reformasi pensiun.

Pada awal tahun ini, serikat pekerja Prancis telah menggelar pemogokan nasional. Protes pada Sabtu merupakan aksi lanjutan yang diharapkan dapat mencabut rencana reformasi pensiun. Pemimpin serikat pekerja terbesar CFDT, Laurent Berger, mengatakan, sekitar 250 aksi protes akan digelar di seluruh negeri.

Baca Juga

"Saya mengharapkan banyak orang ikut berpartisipasi. Ada bentuk penghinaan (dari pemerintah). Tidak ada jawaban untuk gerakan (sosial)," ujar Berger.

Majelis Nasional Prancis pada Senin (6/2/2023) mulai memperdebatkan Rancangan Undang-Undang (RUU) reformasi pensiun. Reformasi ini secara khusus akan menaikkan usia pensiun minimum dari 62 tahun menjadi 64 tahun. 

Presiden Emmanuel Macron berjanji untuk melanjutkan reformasi pensiun tersebut. Jajak pendapat menunjukkan reformasi ini mendapatkan pertentangan dari sebagian besar warga Prancis. Macron berpendapat bahwa, reformasi pensiun adalah janji pemilu utama yang dia buat ketika terpilih kembali sebagai presiden pada April lalu. 

"Kami meminta orang Prancis untuk upaya kolektif.  Saya mengerti itu memicu reaksi, keengganan dan kekhawatiran," ujar Perdana Menteri Elisabeth Borne dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Journal du Dimanche pada Ahad (5/2/2023). 

Borne berpendapat, rencana perubahan usia pensiun bertujuan untuk "menyelamatkan" sistem pensiun Prancis, yang diperkirakan akan mengalami defisit dalam dekade mendatang di tengah populasi Prancis yang menua. Lebih dari 20.000 amandemen telah diajukan oleh anggota parlemen oposisi di Majelis Nasional.

Dalam pemilihan parlemen pada Juni, aliansi sentris Macron memenangkan kursi terbanyak tetapi kehilangan mayoritasnya. Situasi ini membuat kaum sentris mencoba menjalin aliansi dengan Partai Republik atas perubahan usia pensiun Karena dalam beberapa tahun terakhir kaum konservatif telah mendorong untuk menaikkan usia pensiun dan cenderung mendukung RUU tersebut.

Presiden Partai Republik Eric Ciotti, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Le Parisien pada Sabtu (4/2/2023) mengatakan, mayoritas kaum konservatif akan menyetujui RUU reformasi pensiun dengan syarat bahwa pemerintah mendengarkan "proposal mereka yang akurat." Skenario seperti itu akan memungkinkan RUU tersebut lolos di Majelis Nasional dan Senat, di mana Partai Republik memiliki mayoritas.

RUU tersebut secara bertahap akan meningkatkan usia pensiun minimum dari 62 menjadi 64 tahun pada tahun 2030. RUU itu juga akan mempercepat tindakan yang direncanakan dengan ketentuan bahwa orang harus bekerja setidaknya selama 43 tahun untuk berhak atas pensiun penuh.

RUU itu akan menaikkan pensiun minimum untuk karir penuh menjadi 1.200 euro per bulan. RUU ini akan memungkinkan pensiun dini bagi mereka yang mulai bekerja antara usia 16 dan 19 tahun, termasuk pekerja dengan masalah kesehatan utama.

Menanggapi permintaan dari Partai Republik, Borne mengatakan, dia setuju untuk memperpanjang pensiun dini bagi mereka yang telah mulai bekerja pada usia 20 tahun dan karena itu dapat pensiun pada usia 63 tahun.

Pemerintah memilih untuk memperkenalkan perubahan melalui RUU anggaran jaminan sosial, yang mempercepat proses legislasi. Jika Majelis Nasional tidak mengadakan pemungutan suara selama sidang pertama yang dijadwalkan pada 17 Februari, maka RUU akan dikirim ke Senat.

Apabila kedua majelis tidak berhasil memberikan suara sebelum tenggat waktu 50 hari yang berakhir pada Maret, pemerintah berhak untuk mengesahkan langkah tersebut melalui keputusan. Namun, para ahli mengatakan penggunaan kekuasaan semacam itu secara luas dianggap sebagai penolakan debat demokratis di parlemen.

sumber : Reuters/AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement