REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Juru bicara pemerintahan Prancis Olivier Veran menegaskan, pemerintah tidak akan mundur dari reformasi aturan pensiun. Padahal, protes dan kerusuhan massal terus bergejolak di Paris dan kota lainnya.
Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh surat kabar mingguan Le Journal de Dimanche pada Ahad (26/3/2023), Veran mengatakan, undang-undang baru itu diperkirakan akan disetujui oleh Dewan Konstitusi dalam beberapa minggu. Posisi pemerintah sudah jelas dan sudah dikomunikasikan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Tapi, menurut Veran, pemerintah tetap bersedia mendengar keprihatinan serikat pekerja atas rencana yang akan menaikkan usia pensiun dari 62 tahun menjadi 64 tahun. Membutuhkan setidaknya 43 tahun kerja agar memenuhi syarat untuk pensiun secara penuh.
"Usia pensiunnya adalah 64 tahun, tetapi untuk banyak masalah lainnya, kami siap bekerja sama dengan serikat pekerja,” kata Veran dikutip dari Anadolu Agency.
Pemerintah Prancis menggunakan kekuatan konstitusional khusus pekan lalu untuk mendorong rencana kontroversial itu tanpa pemungutan suara parlemen. Tindakan ini menyebabkan mosi tidak percaya dari partai oposisi yang terbukti tidak berhasil menggulingkan Macron.
Keputusan untuk melewati parlemen didorong atas ketakutan pemerintah bahwa anggota parlemen akan dapat menghalangi reformasi. Pemerintah Macron saat ini tidak memiliki suara mayoritas.
Mengenai protes yang terjadi di seluruh Prancis, Veran mengatakan, pemerintah memahami bahwa rakyat harus didengar, tetapi kekerasan tidak dapat dan tidak akan ditoleransi. Sebagian besar pengunjuk rasa adalah anggota serikat pekerja atau rakyat biasa yang menggunakan haknya untuk protes, tetapi Veran menuduh bahwa ada juga yang ingin menabur perselisihan di negara ini.
Veran mengatakan pemerintah ingin memastikan bahwa kekerasan tidak menjadi ciri utama protes. “Untuk itu, saya menyerukan kepada semua kekuatan politik untuk menegaskan bahwa kekerasan tidak memiliki tempat di masyarakat,” ujar juru bicara itu.