REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR— Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor merespons rencana Pemerintah Pusat yang bakal menghentikan secara bertahap distribusi blanko KTP-el dan menggantinya dengan identitas kependudukan digital (IKD). Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bogor, Ganjar Gunawan, menyampaikan kekhawatirannya terkait rencana tersebut.
Kekhawatiran Ganjar muncul lantaran tidak semua warga Kota Bogor sudah memiliki ponsel atau ponsel pintar. Sedangkan IKD dioperasikan melalui ponsel pintar.
“IKD memang kan aplikasi di smartphone (ponsel pintar) dan pasti tidak semua warga punya smartphone. Jadi pekerjaan rumah (PR) Pemerintah Pusat ke depannya,” Ganjar kepada wartawan, Sabtu (11/2/2023).
Namun demikian, kebijakan pemerintah pusat terkait dengan penggantian blanko KTP-el ke IKD sendiri akan dilaksanakan secara bertahap. Dimana target nasional yakni sekitar 25 persen dari penduduk wajib KTP atau sekitar 50 juta penduduk.
“Itu diimbau bisa terafiliasi dengan aplikasi IKD di smartphone masing-masing, dimana saat ini masih di layanan berbasis Android,” ucap Ganjar.
Menurut dia, Pemkot Bogor sendiri menargetkan sekitar 200 ribu penduduknya didorong dapat bermigrasi ke aplikasi IKD, dengan memiliki KTP digital. Ganjar menjelaskan, saat ini baru ada sekitar 3.000 warga yang sudah mendaftar KTP digital dari total target 200 ribu penduduk.
“Kota Bogor sendiri sebenarnya sudah memulai, dengan target pertama adalah dilingkup instansi pemerintah dulu, untuk memudahkan sosialisasi, dan nanti akan kita masifkan ke masyarakat luas,” ujarnya.
Diketahui, Pemerintah Pusat bakal menghentikan secara bertahap distribusi blanko KTP-el dan menggantinya dengan KTP digital. Hal itu dilakukan sebagai langkah menggantikan penerbitan KTP-el yang masih banyak dikeluhkan masyarakat.
Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrullah menyebutkan terdapat tiga kendala pencetakan KTP-el. “Pengadaan blanko KTP-el mengambil porsi cukup besar anggaran Dukcapil. Kemudian harus pula menyediakan printer dengan ribbon, cleaning kit dan film. Belum lagi masalah kendala jaringan internet di daerah,” kata Zudan dalam keterangannya, Jumat (10/2/2023).
Menurut Zudan, jika terdapat kendala jaringan, pengiriman hasil perekaman KTP-el tidak sempurna. Alhasil, KTP-el tidak jadi, karena terdapat permasalahan sistem. Bahkan, perekaman sidik jari pun gagal karena tidak terkirim ke pusat.
“Mengatasi kendala jaringan, ditambah pengadaan peralatan dan blanko itu mahal sekali. Maka Pak Mendagri Tito Karnavian memberikan arahan agar menggunakan pendekatan asimetris, yakni dengan digitalisasi dokumen kependudukan termasuk penerapan Identitas Kependudukan Digital (IKD),” jelas Zudan.
Belum lagi, lanjut Zudan, ada pemekaran 11 kecamatan, 300 desa/kelurahan terutama di daerah otonomi baru (DOB) di Papua. “Jadi kita tidak lagi menambahkan blanko KTP-el, tetapi kita mendigitalkan pelayanan adminduk. KTP elektronik diganti KTP digital,” ujarnya.
Zudan menjelaskan, Dukcapil menargetkan sebanyak 25 persen dari 277 juta penduduk Indonesia menggunakan Identitas Kependudukan Digital (IKD) tahun ini. Target ini juga berlaku bagi Dinas Dukcapil di 514 kabupaten/kota di Indonesia.