REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sidang perdana kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (65 tahun), digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (15/2/2023). Dia didakwa jaksa penuntut umum (JPU) KPK telah menerima suap 80 ribu dolar Singapura untuk kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
JPU KPK Wawan Yunarwanto mendakwa Sudrajad Dimyati bersama panitera pengganti Elly Tri Pangestuti dan dua orang kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie--kurun waktu Maret hingga Juni tahun 2022--menerima suap sebesar 200 ribu dolar Singapura. Uang itu diperoleh dari pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno serta debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, menerima hadiah atau janji berupa uang seluruhnya sejumlah 200 ribu dolar Singapura dari Theodorus Yosep Parera, Eko Suparno, Heryanto Tanak dan Ivan Dwi Kusuma padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujarnya saat membacakan dakwaan dihadapan majelis hakim.
Dia mengatakan, uang tersebut diberikan untuk mempengaruhi terdakwa yang memeriksa dan mengadili perkara nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 agar perkaranya dikabulkan. Lebih jauh Wawan menguraikan, bahwa KSP Intidana mengalami permasalahan yaitu deposan tidak terpenuhi hak-haknya serta KSP Intidana tidak memenuhi putusan perdamaian.
Kata dia, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma selaku deposan KSP Intidana berkonsultasi kepada Yosep Parera yang selanjutnya menjadi kuasa hukum. Mereka pun mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga pada PN Semarang untuk pembatalan putusan perdamaian, namun ditolak.
Wawan mengatakan, mereka pun mengajukan kasasi yang akhirnya dikabulkan. Yosep Parera menyarankan, agar pengurusan perkara dilakukan melalui Desy Yustria dengan menyediakan sejumlah uang.
Dia menuturkan, Desy Yustria pun menyampaikan kepada terdakwa melalui Muhajir Habibie agar permohonan perkara dikabulkan. Uang sebesar 200 ribu dolar Singapura disiapkan para pemohon perkara untuk penanganan perkara tersebut.
Wawan mengatakan Muhajir Habibie menghubungi Elly Tri Pangestuti agar terdakwa mengurus perkara dan telah disiapkan sejumlah uang. Setelah mendapatkan keterangan dari Elly, terdakwa mengaku akan mengabulkan perkara tersebut.
Setelah putusan dikabulkan, dia mengatakan, uang sebesar 200 ribu dolar Singapura yang dipegang Muhajir diberikan kepada Desy Yustria sebesar 25 ribu dolar Singapura. Sedangkan sisanya 175 ribu dolar Singapura dipegang oleh Muhajir.
"Pada tanggal 2 Juni 2022 sekitar jam 16.30 WIB bertempat di Lantai 11 Gedung Mahkamah Agung RI, Elly Tri Pangestuti menerima uang yang menjadi bagian terdakwa dan Elly dari Muhajir yang dimasukan dalam goodie bag warna pink berisi dua amplop yaitu satu amplop berisi 80 ribu dolar Singapura untuk terdakwa dan 10 ribu dolar Singapura untuk Elly," katanya.
Wawan mengatakan, perbuatan terdakwa dijerat pasal 12 huruf c Jo. Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Dalam dakwaan kedua, jaksa mendakwa, Sudrajad Dimyati menerima hadiah diduga hadiah diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa pemberian uang diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili perkara kasasi Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.