REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar memprediksi ada kemungkinan terjadinya sesuatu di luar dugaan. Salah satunya adalah potensi jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024.
"Tiga hari lagi akan ada keputusan MK dan kalau itu keputusan MK itu bersifat tertutup, tidak tahu kita. Artinya negeri ini sedang dangerous, sedang menghadapi keadaan yang berbahaya, politik dalam keadaan bahaya," ujar Muhaimin di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (21/2/2023).
Menurutnya, tantangan berat akan dihadapi jika MK mengabulkan gugatan terhadap sistem proporsional terbuka. Hal tersebut dipandangnya sebagai sesuatu yang tak logis, mengingat sudah berjalannya tahapan Pemilu 2024.
"Akan terjadi kejutan-kejutan, politik nasional maupun geopolitik. Bayangkan kalau besok keputusan MK, pemilihan umum bersifat tertutup, tidak logis, tidak logis. Tanpa mengetahui, tanpa mendahului keputusan MK, kalau itu terjadi, kita tidak tahu," ujar Muhaimin.
Kendati demikian, ia mengaku optimistis jika hakim MK membaca fakta yang terjadi saat ini. Apalagi, delapan dari sembilan partai politik di DPR sudah menyatakan dukungannya terhadap sistem proporsional terbuka.
"Saya dan PKB masih yakin dan optimistis para hakim memiliki kemampuan untuk membaca fakta-fakta yg terjadi di tanah air kita. Yang pertama faktanya pemilu tinggal beberapa bulan yang akan datang, pas satu tahun," ujar Muhaimin.
"Kedua, semua proses prosedur cara kerja KPU dan partai telah berjalan dengan sangat optimal dan sukses. Fakta yang lain adalah bahwa politik pemilu atau pilihan sistem pemilu adalah pilihan dari keputusan politik bersama semua komponen bangsa," sambung Wakil Ketua DPR itu.
Sebelumnya, Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara terkait isu pergantian sistem proporsional terbuka menjadi tertutup untuk Pemilu. Apalagi, ia telah mendapatkan informasi bahwa MK akan segera mengeluarkan putusannya.
Ia sendiri tak dalam posisi menentukan mana yang lebih baik antara sistem proporsional terbuka dan tertutup. Namun, ia mengingatkan MK bahwa lembaga tersebut tengah menangani hal yang sangat fundamental dan berkaitan dengan masyarakat.
"Hakekatnya, salah satu fundamental consensus dalam perjalanan kita sebagai bangsa. Apalagi, putusan MK bersifat final dan mengikat. Bagaimana jika putusan MK itu keliru? Tentu bukan sejarah seperti itu yang diinginkan oleh MK, maupun generasi bangsa saat ini," ujar SBY lewat keterangannya, Ahad (19/2/2023).
SBY sangat mengerti bahwa sistem pemilu memang dapat diganti, mengingat konstitusi saja dapat diubah. Namun dalam perubahannya, hal tersebut harus dapat menjawab tiga pertanyaan, yakni apa, kenapa, dan bagaimana.
Dalam perjalanan ke depan, Indonesia harus memiliki budaya untuk selalu mengedepankan kekuatan alasan atau power of reason. Permasalahan bangsa mesti dilihat secara utuh dan seraya tetap berorientasi ke depan, serta untuk memenuhi aspirasi besar rakyatnya.
"Bukan pikiran dan tindakan musiman, apalagi jika bertentangan dengan kehendak dan pikiran bersama kita sebagai bangsa," ujar SBY.