REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyatakan, tidak hanya netralitas ASN yang perlu diawasi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, tapi juga aparat TNI-Polri. Hal ini sesuai amanat UU Pemilu.
Masalahnya, Bawaslu dan dua institusi tersebut belum menetapkan mekanisme pengawasan yang akan digunakan. Komisioner Bawaslu RI Puadi mengatakan, Bawaslu perlu membangun kesepahaman dengan pihak Mabes TNI dan Mabes Polri terkait tata cara dan mekanisme penanganan kasus terhadap anggota TNI atau Polri yang tidak netral.
Pasalnya, penindakan terhadap aparat yang tidak netral tetap merupakan kewenangan dua institusi tersebut sesuai aturan internal masing-masing. Karena itu, pola pengawasan dan penanganan yang dilakukan Bawaslu harus disesuaikan dengan regulasi internal TNI dan Polri.
Puadi menyebut, pimpinan Bawaslu telah berkomunikasi dengan Panglima TNI dan Kapolri terkait hal ini. Rencananya, Bawaslu akan membuat nota kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan dua institusi tersebut.
"Perlu disusun MoU terlebih dahulu, lalu ditindaklanjuti dengan membuat PKS yang isinya mengatur teknis penanganan dugaan pelanggaran netralitas anggota TNI/Polri," kata Puadi kepada wartawan, Rabu (22/2/2023).
Ketika ditanya kapan MoU tersebut bakal diteken, Puadi menyebut pihaknya saat ini masih merancang isi MoU. Perancangan dilakukan Divisi Pencegahan Bawaslu RI.
Puadi menambahkan, pembuatan MoU dan PKS dengan TNI dan Polri ini serupa dengan pengawasan terhadap ASN. Pada September 2022, Bawaslu bersama dengan KemenpanRB, BKN, KASN, dan Kemendagri menerbitkan keputusan bersama sebagai upaya menjaga netralitas dalam menjaga pemilu dan pemilihan. Selanjutnya pada 31 Januari 2023, Bawaslu dan KASN meneken PKS tentang pengawasan netralitas ASN.