Jumat 03 Mar 2023 00:54 WIB

Mardani Ali Sera Tegaskan Tahapan Pemilu tak Bisa Diinterupsi

Putusan PN Jakpus tak menghalangi KPU melaksanakan tugas melanjutkan tahapan pemilu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan, gugatan yang diajukan Partai Prima adalah gugatan perbuatan melawan hukum (PMH). Sebab Partai Prima dirugikan secara perdata, tetapi tidak demikian dengan partai lain.

"Terhadap surat keputusan KPU seharusnya diperiksa dan diputus oleh PTUN. Bukan wilayah PN (Pengadilan Negeri)," ujar Mardani lewat pesan singkat, Kamis (2/3/2023).

Baca Juga

Ia menegaskan, tahapan pemilu sudah berjalan dan tidak bisa diinterupsi karena persoalan satu partai politik. Adapun soal putusan pemilu berjalan atau tunda adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Oleh karena itu putusan ini tidak menghalangi KPU melaksanakan tugasnya melanjutkan tahapan pemilu hingga diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024," ujar Mardani.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (2/3/2023) membacakan putusan atas gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Majelis Hakim menghukum KPU menunda pelaksanaan Pemilu 2024.

"Menghukum Tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut, dikutip Republika.co.id, Kamis.

Gugatan dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. itu menjadikan KPU sebagai tergugat. Gugatan ini diajukan sejak 8 Desember 2022 oleh Prima karena merasa dirugikan oleh KPU. Prima diketahui merupakan partai yang dinyatakan tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024 karena tidak memenuhi syarat administrasi.

Majelis hakim juga menyatakan Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik peserta Pemilu 2024 yang dilakukan oleh KPU. Sehingga Majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.

"Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat," tulis putusan.

Selain itu, Majelis hakim memandang putusan dari kasus ini bisa dijalankan lebih dulu. "Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)," demikian bunyi putusan itu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement