Rabu 08 Mar 2023 09:00 WIB

Mengapa Orang Mengkafirkan Filsafat?

Filsafat itu adalah alat

Rep: Muhyiddin Yamin/ Red: Partner
.
Foto: network /Muhyiddin Yamin
.

Pengajian Fahruddin Faiz di Masjid Jenderal Sudirman Yogyakarta. Foto: Tangkapan layar.

BOYANESIA -- Ketika mendengar nama Filsafat, mungkin sobat Boyanesia langsung tertuju pada sebuah ilmu yang sangat ruwet dan sulit dipahami. Namun, ada juga mungkin sebagian orang yang ketika mendengar nama filsafat, langsung mengkafirkannya.

Padahal, filsafat itu sendiri dikenal dengan Ibu dari Segala Ilmu. Lalu mengapa orang-orang mudah untuk mengkafirkan filsafat?

Nah, jawaban pertanyaan ini dapat kita temukan dalam edisi perdana “Ngaji Filsafat” yang digelar di Masjid Jenderal Sudirman (MJS) Yogyakarta. Pengajian ini diampu langsung oleh seorang pakar filsafat dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang sedang populer, Dr Fahruddin Faiz.

Baca juga: Cerita Awal Fahruddin Faiz Ngaji Filsafat di Masjid

Namun, sebelum menjawab pertanyaan itu, yuk ketahui dulu apa yang pertama kali harus dilakukan ketika ingin belajar filsafat.

Pak Faiz, panggilan akrabnya, menjelaskan bahwa ketika ingin mempelajari filsafat kamu harus menegaskan dulu targetnya. Apakah kamu ingin menjadi seorang filosof atau seorang ahli filsafat? Karena, keduanya memiliki perbedaan.

Menurut Pak Faiz, seorang filosof itu biasanya selalu berpikir sendiri, refleksi sendiri, berkreasi sendiri, bernalar sendiri, dan memproduksi ide sendiri. Sedangkan ahli filsafat hanya mempelajari tentang filsafat.

“Kalau ahli filsafat, kamu belajar apa itu filsafat? Siapa tokohnya? Tokoh A pikirannya apa dan tokoh B pikirannya gimana? Ini filsosof Muslim atau Barat? Kalau Barat pikirannya gimana dan seterusnya, itu ahli filsafat,” jelas Pak Faiz.

Nah, yang paling bagus menurut Pak Faiz adalah orang yang mampu menggabungkan keduanya, yaitu menjadi filosof sekaligus ahli filsafat. “Itu dahsyat kalau bisa itu. Kalau tidak bisa, paling gak kamu harus filosof. Makanya, banyak orang bilang setiap orang itu filosof, setiap orang harus berfilsafat,” kata pria kelahiran Mojokerto, 16 Agustus 1975 ini.

Jika ingin menjadi filosof saja, menurut dia, kamu tidak harus menjadi ahli filsafat atau tidak harus mengerti pemikirannya filosof Barat seperti Plato dan Aristoteles atau para filososf Muslim seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Arabi, dan Al-Ghazali.

“Cuma memang, untuk jadi filosof yang bagus itu penopangnya adalah teori-teori filsafat yang dikeluarkan oleh para ahli filsafat. Makanya tadi saya bilang, kalau kamu filosof sekaligus ahli filsafat itu jos, bagus,” ucap Pak Faiz.

“Tapi kalau gak bisa, ya filosof aja. Jangan sampai di filosof saja enggak, nanti saya jelaskan kenapa orang harus jadi filosof. Ini catatan pertama yang harus kamu ingat,” imbuhnya.

Jadi mana jawabannya bang? Mengapa orang mengkafirkan filsafat?

Nah, jawaban pertanyaan di atas ada di catatan kedua yang ditekankan Pak Faiz. Menurut dia, orang yang ingin belajar filsafat juga harus membedakan dulu filsafat sebagai sebuah metodologi berpikir dengan filsafat sebagai produk pemikiran. Menurut Pak Faiz, banyak orang yang mengkafirkan filsafat karena tidak bisa membedakan hal itu.

“Banyak orang enggak suka filsafat, mengkafirkan-kafirkan filsafat karena melihat filsafat sebagai produk pemikirannya, dia tidak melihat filsafat sebagai alat untuk berpikir,” kata Pak Faiz.

Dia pun menegaskan bahwa filsafat itu hanyalah alat. Dengan alat tersebut orang bisa menjadi sangat anti-agama dan juga bisa menjadi orang yang sangat relegius.

“Catatan yang harus kamu ingat. Filsafat itu alat. Dengan alat yang sama bisa bikin orang sangat anti-agama tapi dengan filsafat yang sama bisa bikin orang sangat-religius,” jelas Pak Faiz.

Dia pun mencontohkan seperti filosof Barat Friedrich Nietzsche dan filosof Muslim Muhammad Iqbal. Menurut Pak Faiz, keduanya sama-sama seorang eksistensialis. Tapi, yang satu eksistensialismenya sangat relegius, yang satu lagi eksistensialismenya ateis.

“Maka kalau ada orang anti filsafat biasanya dia melihat filsafat as product, filsafat sebagai produk pemikiran, bukan filsafat sebagai alat berpikir,” tutupnya.

Sudah dulu ya sobat Boyanesia. Jangan panjang-panjang. Pantau terus Ngaji Filsafat selanjutnya.

Baca juga:

Para Filsuf dan Binatang Pun Berpuasa

Ngaji Syaban: Kisah Amalan Puasa 8 Nabi Terdahulu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement