REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menjawab pertanyaan terkait hubungan antara gugatan terhadap sistem proporsional dan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Menurut Yusril, penundaan Pemilu 2024 tak dapat terjadi lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK), seandainya lembaga tersebut memutuskan mengabulkan gugatan sistem proporsional tertutup.
"Saya menganggap bahwa lembaga yang berwenang untuk menunda pemilu hanya MPR, bukan MA (Mahkamah Agung). MK pun tidak (dapat menunda Pemilu 2024), karena MK mengadili sengketa pemilu, bukan memutuskan pemilu ditunda atau tidak," ujar Yusril di kantor DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Jakarta Pusat, Senin (13/3/2023).
Disinggung jika MK memutuskan sistem proporsional tertutup yang berdampak langsung kepada persiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melaksanakan tahapan Pemilu 2024, Yusril pun tetap berpendirian sama. Menurut dia, hal itu tidak dapat menjadi landasan penundaan Pemilu 2024.
"Belum bisa membayangkan kalau sampai pemilu ditunda, bukan kewenangan KPU, KPU itu melaksanakan pemilu dan itu ada perintah konstitusi bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali. Itu perintah dari UUD '45 yang sebenarnya tidak bisa ditunda oleh KPU," ujar ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut.
Yusril menekankan, MK sekalipun tidak bisa menunda Pemilu 2024 jika berdasarkan gugatan terhadap sistem proporsional. Saat ini, sambung dia, hanya satu lembaga yang dapat melakukan hal itu adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"MPR itu walaupun tidak sekuat MPR di zaman dulu, tapi MPR sudah merupakan representatif body. Karena dibentuk dua di pemilu, DPR dan DPD dan MPR punya kewenangan untuk mengubah konstitusi," ujar mantan menteri hukum dan HAM (menkumham) itu.