REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA – Said bin Al Musayyib merupakan salah satu dari para ulama ahli fikih yang tujuh di Madinah. Dia termasuk dalam jajaran kibarut tabiin (tabiin senior).
Dikutip dari buku Kisah Para Tabiin oleh Syekh Abdul Mun'im Al-Hasyimi, terkait kelahiran dan nasabnya, kakek Said bin Al Musayyib datang kepada Nabi ﷺ, pada saat itu namanya adalah Hazn, lalu Nabi ﷺ bertanya kepadanya, “Siapakah namamu?” Laki-laki itu menjawab, “Hazn (kesedihan)” Maka Nabi ﷺ bersabda, “Akan tetapi engkau adalah Sahl (kemudahan).” Lalu laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah, itu adalah nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku dan aku telah dikenal di antara orang-orang dengan nama itu.” Maka Nabi ﷺ pun diam.
Lalu Said bin Al Musayyib mengomentari hal tersebut dengan mengatakan, “Dan kami pun tetap mengenal Al Haznah di dalam keluarga (yakni: kesulitan dan kesukaran).
Demikianlah menurut riwayat ini yang diriwayatkan oleh Said sendiri mengenai kakeknya, bahwasanya kakeknya Said bin Al Musayyib hidup se-zaman dengan Rasulullah ﷺ. Jadi, siapakah Said bin Al Musayyib itu?
Dia adalah Said bin Al Musayyib bin Hazn bin Abi Wahab bin ‘Amr, sampai nasabnya berakhir pada Bani Makhzum yang merupakan bagian dari kaum Quraisy. Jadi, Said adalah orang Quraisy Bani Makhzum.
Said dilahirkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab radhiyallahu anhu. Dikatakan juga bahwa dia dilahirkan setelah empat tahun Umar menjabat sebagai khalifah. Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa ia dilahirkan dua tahun sebelum wafatnya Umar.
Said bin Al Musayyab pun pernah berkata mengenai hal tersebut, “Aku dilahirkan dua tahun setelah Umar menjabat sebagai Khalifah, sedangkan masa kekhalifahannya adalah sepuluh tahun empat bulan.”
Baca juga: Arab Saudi-Iran Sepakat Damai Diprakarsai China, Ini Reaksi Amerika Hingga Negara Arab
Beliau muncul sebagai salah satu dari para ahli fikih yang tujuh pada masa Daulah Bani Umayyah ketika Madinah menjadi negeri yang aman bagi setiap ulama. Setiap orang yang tinggal di dalamnya maka amanlah dirinya, ilmunya, hartanya, dan juga harga dirinya. Oleh karenanya, ilmu dan fikih dapat berkembang.
Sa'id bin Al Musayyib pun memiliki peran penting dalam menjaga validitas periwayatan, selamatnya penyampaian, dan kecermatan dalam pemberian fatwa. Dia adalah pemilik ra’yu yang senantiasa mendengarkan, meneliti, dan membolak-balikkan berbagai perkara pada semua sisinya.