REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada Selasa (14/3/2023) mengatakan, Amerika Serikat (AS), Australia, dan Inggris harus menerapkan perlindungan dan berkomitmen untuk non-proliferasi nuklir global. Hal ini sehubungan dengan rencana untuk menyediakan dengan kapal selam bertenaga nuklir kepada Australia.
"Dalam komunikasi mereka, para pihak AUKUS menegaskan kembali komitmen yang mereka nyatakan sebelumnya bahwa menjaga integritas rezim non-proliferasi nuklir dan perlindungan Badan (IAEA) tetap menjadi tujuan inti dalam kaitannya dengan AUKUS," kata pernyataan IAEA.
Di bawah kesepakatan AUKUS, Washington bermaksud untuk menjual tiga kapal selam bertenaga nuklir kelas Virginia AS kepada Australia. Kapal selam ini dibangun oleh General Dynamics pada awal 2030-an, dengan opsi bagi Australia untuk membeli dua lagi jika diperlukan.
Presiden Joe Biden beserta para pemimpin Australia dan Inggris pada Senin (13/3/2023) mengumumkan bahwa Australia akan membeli kapal selam serang bertenaga nuklir dari Amerika Serikat (AS). Australia bertujuan untuk memodernisasi armadanya di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang pengaruh Cina di Indo-Pasifik.
Biden terbang ke San Diego untuk bertemu Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dalam pertemuan kelompok AUKUS yang dibentuk pada 2021 lalu. Kemitraan tersebut memungkinkan Australia untuk mengakses kapal selam bertenaga nuklir sebagai penyeimbang atas peningkatan kehadiran militer Cina di Pasifik. Biden menekankan bahwa kapal selam bertenaga nuklir, bukan senjata nuklir.
“Kapal-kapal ini tidak akan memiliki senjata nuklir apapun,” kata Biden pada sebuah upacara di luar ruangan di Naval Base Point Loma di San Diego.
Australia membeli tiga hingga lima kapal selam tenaga nuklir kelas Virginia sebagai bagian dari kesepakatan AUKUS. Kapal selam generasi masa depan ini akan dibangun di Inggris dan di Australia dengan teknologi serta dukungan AS. Biden mengatakan, USS Asheville berlabuh di Perth, Australia, pada Senin (13/3/2023).
Albanese mengatakan perjanjian itu mewakili investasi tunggal terbesar dalam kemampuan pertahanan Australia sepanjang sejarah negara. "Ini juga pertama kalinya dalam 65 tahun AS berbagi teknologi propulsi nuklirnya, dan kami berterima kasih untuk itu," katanya.
Sunak menyebut AUKUS sebagai kemitraan pertahanan multilateral paling signifikan dalam beberapa generasi. Dia mengatakan, Inggris juga akan berbagi pengalaman selama 60 tahun menjalankan armada kapal selamnya dengan para insinyur Australia sehingga mereka dapat membangun armada secara mandiri. Dalam pernyataan bersama para pemimpin menyatakan, negara mereka telah bekerja selama beberapa dekade untuk mempertahankan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di seluruh dunia, termasuk di Indo-Pasifik.
"Kami percaya pada dunia yang melindungi kebebasan dan menghormati hak asasi manusia, supremasi hukum, kemerdekaan negara berdaulat, dan tatanan internasional berbasis aturan. Langkah-langkah yang kami umumkan hari ini akan membantu kami memajukan tujuan yang saling menguntungkan ini dalam beberapa dekade mendatang,” kata pernyataan bersama para pemimpin AUKUS.
Kesepakatan AUKUS dibentuk secara diam-diam. Ketika itu, Australia membatalkan kontrak senilai 66 miliar dolar AS untuk armada kapal selam konvensional buatan Prancis. Hal ini memicu pertikaian diplomatik dalam aliansi Barat yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk diperbaiki.
Cina berpendapat bahwa kesepakatan AUKUS melanggar Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir. Cina berpendapat, transfer bahan senjata nuklir dari negara senjata nuklir ke negara non-senjata nuklir adalah pelanggaran "terang-terangan" terhadap semangat pakta tersebut. Pejabat Australia menolak kritik tersebut dengan alasan bahwa mereka bekerja untuk memperoleh kapal selam bertenaga nuklir, bukan bersenjata nuklir.