REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasubdit Kemasjidan Kementerian Agama, Akmal Salim Ruhana menyampaikan, pencegahan politisasi masjid yang penafsirannya masih bersifat abu-abu akan ditegaskan kembali pada acara Sarasehan Nasional Kemasjidan di Jakarta. Hal itu ia sampaikan saat dihubungi wartawan Bimas Islam, Selasa (14/3/2023).
"Ada zona keabu-abuan atau ketidakjelasan dengan apa yang disebut 'politisasi masjid' atau 'politisasi agama'," ungkapnya.
"Apakah dengan mengibarkan bendera di masjid? atau sekadar pakai baju yang ada logo-logo partai? atau ceramah yang ada ayat-ayat yang mengarah pada kepentingan partai politik? Itu masih abu-abu, masih banyak orang yang tidak tahu mana yang boleh mana yang tidak boleh," sambungnya.
Namun, menurutnya, untuk mencegah politisasi masjid, masyarakat tetap dapat melaporkan kepada pihak berwenang dengan melampirkan bukti-bukti. Sebab, ketentuan pelarangan politisasi masjid sudah tercantum dalam undang-undang.
Ia juga menyampaikan, ke depan, fungsi dan kebijakan masjid akan diperkuat untuk mencegah praktik dan kepentingan politik.
Diketahui, pembahasan politisasi masjid akan menjadi salah satu tema penting yang akan dibahas dalam Sarasehan Nasional Kemasjidan dalam sesi 'Masjid, Umat, dan Tahun Politik'. Sarasehan yang digelar Kementerian Agama itu akan berlangsung selama tiga hari, 16-18 Maret 2023 di Jakarta.