Rabu 15 Mar 2023 16:22 WIB

Kemenag: Definisi 'Politisasi Masjid' akan Dibahas dalam Sarasehan Nasional

Ada zona keabu-abuan atau ketidakjelasan dengan apa yang disebut politisasi masjid.

Kasubdit Kemasjidan Kementerian Agama, Akmal Salim Ruhana menyampaikan, pencegahan politisasi masjid yang penafsirannya masih bersifat abu-abu akan ditegaskan kembali pada acara Sarasehan Nasional Kemasjidan di Jakarta.
Foto: Kemenag
Kasubdit Kemasjidan Kementerian Agama, Akmal Salim Ruhana menyampaikan, pencegahan politisasi masjid yang penafsirannya masih bersifat abu-abu akan ditegaskan kembali pada acara Sarasehan Nasional Kemasjidan di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasubdit Kemasjidan Kementerian Agama, Akmal Salim Ruhana menyampaikan, pencegahan politisasi masjid yang penafsirannya masih bersifat abu-abu akan ditegaskan kembali pada acara Sarasehan Nasional Kemasjidan di Jakarta. Hal itu ia sampaikan saat dihubungi wartawan Bimas Islam, Selasa (14/3/2023).

"Ada zona keabu-abuan atau ketidakjelasan dengan apa yang disebut 'politisasi masjid' atau 'politisasi agama'," ungkapnya.

"Apakah dengan mengibarkan bendera di masjid? atau sekadar pakai baju yang ada logo-logo partai? atau ceramah yang ada ayat-ayat yang mengarah pada kepentingan partai politik? Itu masih abu-abu, masih banyak orang yang tidak tahu mana yang boleh mana yang tidak boleh," sambungnya.

Namun, menurutnya, untuk mencegah politisasi masjid, masyarakat tetap dapat melaporkan kepada pihak berwenang dengan melampirkan bukti-bukti. Sebab, ketentuan pelarangan politisasi masjid sudah tercantum dalam undang-undang.

Ia juga menyampaikan, ke depan, fungsi dan kebijakan masjid akan diperkuat untuk mencegah praktik dan kepentingan politik.

Diketahui, pembahasan politisasi masjid akan menjadi salah satu tema penting yang akan dibahas dalam Sarasehan Nasional Kemasjidan dalam sesi 'Masjid, Umat, dan Tahun Politik'. Sarasehan yang digelar Kementerian Agama itu akan berlangsung selama tiga hari, 16-18 Maret 2023 di Jakarta.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement