REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Layanan berbasis teknologi Internet of Things (IoT), disadari atau tidak, terus menyeruak dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Jadi, tinggal menunggu momen untuk jadi layanan massal.
Menurut Ketua Umum (ASIOTI) Teguh Prasetya dalam webinar 'Menapaki Masa Depan Komunikasi Data', pasar IoT di Indonesia pada 2025 mendatang diprediksi mencapai 40 miliar dolar AS atau sekitar Rp 572,7 triliun dengan 678 perangkat IoT terhubung. "Potensi besar ini seiring dengan minat serta kebutuhan dari masyarakat yang ada," kata dia dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Rabu (15/3/2023(.
Menurutnya, tiga hal besar yang menggenjot IoT kian eksis di masyarakat. Yakni karena bias meningkatkan operasional dan efisiensi, meningkatkan kualitas kesehatan dan keamanan, serta meningkatkan produktivitas atau penjualan. Data Indonesia IoT Forum menujukkan, kemungkinan 400 juta perangkat sensor di Indonesia yang telah terpasang IoT.
Hal ini selaras tren dunia dari teknologi yang pertama dilontarkan Kevin Ashton (salah satu pendiri Auto-ID Labs, grup riset identifikasi frekuensi radio dari Massachusetts Institute of Technology) saat presentasi di hadapan Procter & Gamble di tahun 1999.
Data IoT-Analytics per Mei 2022 menyebutkan, konektivitas IoT di seluruh dunia sepanjang 2021 tumbuh sebesar 8 persen menjadi 12,2 miliar pengguna aktif. Karena itu, sumbangan 400 juta perangkat dari Indonesia sebenarnya relatif masih sangat rendah.
Doni Ismanto, Forum Indo Telko mengatakan, kebutuhan IoT di Indonesia sekarang telah lintas sektor industry. Antara lain di sektor manufaktur, logistik, kota pintar (smart city), maupun rumah pintar (smart home).
“Sektor-sektor ini belum mengadopsi secara masif. Tingkat adopsi yang belum masif tersebut disebabkan berbagai industri masih mencari bentuk yang tepat untuk diimplementasikan. Tapi ini artinya potensi pasar masih besar untuk segmen-segmen tersebut,” katanya, Rabu (15/3/2023).
Menurut dia, potensi besar akan terjadi ketika efisiensi dan efektifitas ditemukan sekaligus dari IoT. Apalagi, salah satu teknologi key pada era Revolusi industri 4.0 memang IoT, sehingga olah rupa dari layanan ini harus terus ditajamkan.
Dia menekankan, jangan sampai ada jeda dari sisi pengantaran ke pasar ataupun contoh sukses penerapan (use case) ke masyarakat. Sebab, sebagaimana diperlihatkan pada layanan teknologi lainnya, momentum harus disambut pelaku industri dengan baik.
“Bisa jadi pasarnya merasa belum butuh, jadi dibutuhkan kreatifitas dalam market creation agar target pasar merasa ada kebutuhan. Dalam industri digital, kebutuhan itu kan ga harus nunggu pasar, bisa dikreasi misal didorong oleh regulasi,” katanya.
Dia mendorong, layanan seperti Antares dari PT Telkom harus jeli dan gesit memanfaatkan peluang, terutama di sektor pemerintahan. Sebab, proses pengadaan barang dan jasa di sektor tersebut sudah pasti bujet dan sudah pasti waktunya dilakukan tiap tahun.
Antares yang berada di bawah payung Leap-Telkom Digital, antara lain menyediakan solusi dan konektivitas IoT berbasis Long Range Wide Area Network (LoRaWAN).
Sejauh ini dari segi konektivitas, LoRaWAN Antares telah berada di lebih dari 700 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Misalnya pada implementasi sistem Smart Water Meter yang membuat perusahaan pengelola air minum/PDAM pengguna Antares dimudahkan memantau kualitas air dengan media portal sistem informasi yang terpusat, sehingga standar K3 air lebih terjaga.