REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) memperkuat manajemen risiko untuk menghindari permasalahan serupa yang menimpa Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank. Bank berbasis di New York ini tutup setelah dinyatakan kolaps.
Direktur Manajemen Risiko BTN Setiyo Wibowo menilai pengelolaan portofolio yang keliru menjadi faktor ambruknya kedua bank spesialis startup tersebut. Dengan kasus ini, menurut Setiyo, BTN akan semakin waspada dalam mengelola portofolio ke depan.
"Kami justru semakin waspada terutama terkait pengelolaan portofolio pendanaan maupun portofolio kredit," kata Setiyo, Kamis (16/3/2023).
Selain itu, lanjut Setiyo, manajemen BTN akan terus mencermati perkembangan global. Setiyo melihat pemburukan di sisi makroekonomi telah menyebabkan beberapa bank mengalami kegagalan. Meski demikian, dampak kejatuhan kedua bank AS terhadap Indonesia sangat minim.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan kondisi perbankan dalam negeri saat ini sudah jauh lebih baik pascapandemi. Dia optimistis perbankan nasional lebih siap menghadapi efek rambatan dari ambruknya kedua bank AS tersebut.
"Tentu Indonesia posisi saat sekarang relatif lebih siap," kata Airlangga.
Menurut Airlangga, kolaps yang terjadi pada kedua bank AS disebabkan karena terlalu fokus pada pendanaan perusahaan rintisan. Sedangkan perbankan nasional masih sangat membatasi pembiayaan yang bersifat bubble. Airlangga mengatakan pemerintah akan terus mendorong perbankan nasional meningkatkan pembiayaan ke sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).