REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian masih belum memutuskan kebijakan impor beras. Kementan yakin, stok dan prediksi panen masih mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Hanya saja, menurut Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi, kebijakan jadi tidaknya impor beras tidak hanya memperhitungkan ketersediaan stok. Dia menyebut, harga, masa tanam dan panen juga menjadi pengaruh apakah kebijakan impor beras akan diambil.
"Kalau dilihat dari sisi produksi cukup seharusnya. Tapi, karena ada pergerakan harga, ini akan memengaruhi keputusan (impor atau tidak)," ujar Harvick di DPR, Senin (20/3/2023).
Harvick mengatakan, Kementan masih akan meminta restu dari Komisi IV DPR perihal impor beras ini. Harvick menyebut, pemerintah masih akan berkoordinasi dengan semua pihak perihal ketersediaan beras.
"Kita juga bicara soal tata niaga beras dengan Bulog. Kita teliti lagi semuanya. Semoga semua ketersediaan cukup untuk Ramadhan dan Lebaran tahun ini," ujar Harvick.
Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan opsi impor beras belum akan dieksekusi sampai semua gabah dalam negeri terserap.
Pemerintah bakal membuka kembali keran impor bila cadangan beras pemerintah (CBP) tetap minim dan tak bisa dipenuhi produksi dalam negeri. Namun, Badan Pangan Nasional (NFA) menegaskan, pemerintah akan memantau perkembangan produksi dalam negeri pada puncak panen raya Maret-Mei sebelum impor diputuskan.
"Kita mengutamakan produksi dalam negeri, kita akan hitung tiga bulan lagi, apakah cukup? Kalau cukup ya sudah tidak ada diskusi (impor) lagi. Tapi, kalau tidak cukup kita antisipasi," kata Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, akhir pekan lalu.
Sejauh ini, tercatat total cadangan beras Perum Bulog hanya 280 ribu ton terdiri dari cadangan beras pemerintah (CBP) dan beras komersial. Dengan stok yang minim itu, Bulog telah ditugaskan untuk menyalurkan bantuan sosial kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat selama tiga bulan dengan perkiraan kebutuhan total 640 ribu ton.