Sabtu 25 Mar 2023 16:10 WIB

Larangan Buka Bersama, Toto: Dua Logika Pelarangannya Rusak

Penjelasan susulan Pramono Anung bukan menjelaskan, tapi malah menyesatkan.

Peneliti LSI Denny JA, Toto Izul Fatah menilai pelarangan pejabat buka puasa bersama logikanya rusak.
Foto: istimewa/doc pribadi
Peneliti LSI Denny JA, Toto Izul Fatah menilai pelarangan pejabat buka puasa bersama logikanya rusak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibaadurrahman YLPI Sukabumi, Jawa Barat, Toto Izul Fatah mengatakan, larangan pejabat untuk berbuka bersama, telah merusak dua logika yang menjadi dasar pelarangan tersebut. Yaitu, logika transisi covid dan logika susulan perlunya kesederhanaan.

Dijelaskannya, jika alasannya terkait transisi Covid-19, dari pandemi ke endemi, maka logikanya sesat dan rusak. “Karena covid itu bukan hanya urusan pejabat, tapi juga urusan publik,” kata Toto, dalam pesan tertulisnya, Sabtu (25/3/2023).

Kalau benar Covid-19 masih dianggap berbahaya di masa transisi menuju endemi ini, sehingga harus berhati-hati,  menurut Toto, harusnya tidak hanya untuk pejabat. “Kenapa hanya ditujukan kepada pejabat?. Memang rakyat tak perlu kehati-hatian,” kata Toto.

Dan yang sesatnya lagi, lanjut peneliti senior LSI Denny JA ini,  kenapa harus buka puasa yang menjadi sasaran kehati-hatian itu. Sebab, kalau dibilang ada kerumunan, publik akan dengan mudah membandingkan dengan konser Deep Purple di Solo tanpa masker, atau pesta nikahan keluarga presiden sendiri yang sama-sama dihadiri ribuan orang.

Toto menambahkan, logika kedua yang rusak, adalah justru pada penjelasan Pramono Anung setelah surat yang ditandatanganinya itu heboh. Yaitu, soal perlunya para pejabat hidup sederhana setelah belakangan mereka disorot karena, salah satunya, pamer kemewahan.

“Logika publik yang paling  sederhana, buka puasa bersama dianggap sebagai ajang kemewahan, sehingga harus ditiadakan. Tentu ini tak masuk akal, karena sewemah-mewahnya buka bersama itu paling ada pembagian bingkisan sarung dan mukena. Masa berbagi barang seperti itu dibilang mewah. Bukan kah ramadhan itu sejatinya harus jadi momentum berbagi?,” tegasnya.

Karena itu, dalam pandangan Toto, penjelasan susulan Pramono itu bukan menjelaskan, tapi malah menyesatkan. Dalam kontek itu, Pramono dianggap gagal melakukan komunikasi publik dengan baik. Dia akan lebih terhormat jika atas nama presiden meminta maaf kepada publik atas keluarnya surat itu.

Sebab, kata Toto, kalau bicara perlunya kesederhanaan, bukan buka puasa bersama yang menjadi tergetnya. Masih banyak kegiatan lain para pejabat yang berpotensi menghambur-hamburkan uang negara. Bukan puasa bersama.

“Justru, bulan puasa ini harusnya menjadi momentum para pejabat dan para pemimpin di negeri ini untuk jumpa dengan rakyatnya lewat kegiatan buka puasa. Tentu sambil juga mendengar aspirasi rakyat yang diundangnya. Sebab, esensi utama puasa itu bukan berhenti pada puasanya, tapi pada dimensi sosialnya seperti menolong, membantu dan berbagi,” tandasnya.

Presiden Jokowi melalui surat Sekretaris Kabinet nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 yang melarang para pejabat untuk buka puasa bersama. Surat yang ditujukan kepada para menko, menteri, panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung dan para kepala lembaga negara itu, akhirnya menjadi kontroversial karena mengundang aneka spekulasi liar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement