Senin 27 Mar 2023 04:23 WIB

Optimisme Esty Melanjutkan Hidup di Tengah Duka Kematian sang Kekasih

Manfaat BPJS Ketenagakerjaan dirasakan Esty setelah suami wafat kecelakaan kerja.

Esty dan anaknya Safaras, ahli waris korban kecelakaan kerja
Foto: Republika
Esty dan anaknya Safaras, ahli waris korban kecelakaan kerja

Anak Betawi…kerjaannya sembahyang mengaji…

 

Baca Juga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ungkapan itu sering terucap dalam dialog film Si Doel Anak Sekolahan, film yang banyak menceritakan kisah anak Betawi hidup di tengah Kota Jakarta.

Apa yang dialami Si Doel, sedikit banyak, mirip yang dialami Esty Juniarti (38 tahun), wanita asal Palmerah Jakarta Barat. Oleh ibunya, Wastini (58 tahun), Esty diarahkan untuk mengaji ilmu keislaman dan belajar di sebuah madrasah di sana. “Belajar nahwu, shorof, akidah atau tauhid,” kenang Esty. 

Dari situ dia mendapatkan bekal ilmu Bahasa Arab dan pemahaman tauhid yang lumayan. Pencipta alam ini adalah Allah. Bahwa hidup ini harus dipasrahkan kepada Allah. “Kita harus pasrah kepada segala yang Allah takdirkan, entah itu yang baik maupun yang buruk,” kata Esty mengenang apa yang pernah dia pelajari dahulu.

Ilmu yang dia dapat dari ngaji itu menjadi bekalnya mengarungi kehidupan di Ibu Kota. Beranjak dewasa, dia meneruskan belajar hingga tamat sekolah menengah atas. Setelah itu dia bekerja sebagai waiter di sebuah food court Mall Taman Anggrek Jakarta. Tahun 2002 ketika itu, empat tahun setelah krisis moneter dan reformasi 1998. Keadaan ekonomi Indonesia sudah membaik. 

Waktu itu dia bersyukur dapat bekerja membantu Wastini, wanita yang melahirkannya. Sebagian penghasilan yang didapat dia berikan kepada sang ibu. Pekerjaan itu menjadi energi yang menghidupkan kebersamaan dan kehangatan keluarga kecil Wastini bersama anak-anaknya.

Saat bekerja sebagai waiter itulah dia menemukan kekasih hatinya, Yulan Susilo. Lelaki asal Pancoran Jakarta Selatan itu juga berprofesi sama seperti Esty. Tempat kerjanya juga di food court Mall Taman Anggrek. Keduanya berkenalan dan saling membangun keakraban, tapi belum memutuskan untuk menikah, karena usia Esty yang belum sampai 25 tahun. “Ketika itu usia saya masih terlalu muda,” kata Esty mengenang peristiwa 21 tahun lalu.

Sejak berkenalan dengan Esty, Yulan menjadi semangat bekerja. Dia meyakini putri pertama Wastini itu adalah tambatan hatinya. Yulan pun bekerja mengumpulkan uang. Lelaki itu mendapatkan info lowongan kerja menjadi waiter di sebuah restoran di Mangga Dua Jakarta. Di sana karir kerjanya lebih baik. Dari waiter, naik menjadi atasan waiter, dan seterusnya. Penghasilan yang didapat terus bertambah hingga dirasa cukup untuk melamar kekasih hatinya.

Ketika itu 7 tahun sudah dia menjalani hidup sebagai kekasih Esty. Tanpa dirasa, waktu berlalu cepat, karena diisi kesibukan mencari penghidupan. Namun satu hal selalu dia ingat, wanita dambaan hatinya mau dilamar di usia 25 tahun. Dia ingat betul usia itu sudah dicapai Esty pada tahun 2009. Yulan pun meminang sang kekasih. 

Sepasang kekasih ini membangun rumah tangga dengan segala suka dan duka yang dihadapi. Bukan orang bergelimang harta, keduanya sadar harus banting tulang menjaga kestabilan ekonomi keluarga. Yulan meneruskan karirnya sebagai pekerja di restoran. Begitu juga Esty. Dia mengumpulkan uang dari pekerjaan yang dilakoninya.

Di tengah kesibukan yang dijalani, keduanya sama-sama mempunyai kesadaran akan pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan. Bekerja di mana pun, kata Esty, harus ada paket perlindungan BPJS ketenagakerjaan. Sebab hal itu akan banyak membantu keluarga di saat terjadi risiko kerja.

Beberapa tahun bekerja di restoran Asia, manajemen di dalamnya mulai memikirkan peremajaan karyawan. Pekerja di rumah makan itu diharapkan dari kalangan fresh graduate yang masih segar, penuh semangat. Fisik masih bagus, dan tidak sakit-sakitan. Tidak seperti Yulan yang waktu itu sudah mengidap penyakit jantung. Juga karyawan lainnya yang performa kerjanya tak lagi seperti saat berusia 20 tahun.

Manajemen mulai bersiasat untuk menyingkirkan karyawan lama dengan tetap menjaga cash flow perusahaan. Tidak terbebani dengan jumlah pesangon yang memberatkan aliran uang perusahaan. Karena itulah manajemen restoran menyodorkan pengunduran diri kepada sejumlah karyawan senior di sana, termasuk Yulan.

Dia terkaget mendengar itu. Tak menyangka akhirnya diusulkan untuk mengundurkan diri alias resign. Yulan menceritakan apa yang dialaminya kepada Esty. Di rumah dekat Kali Inspeksi Grogol, Palmerah, Esty menyarankan jangan mau memilih opsi yang ditawarkan perusahaan. Sebab dengan memilih resign, karyawan berpotensi tidak mendapatkan pesangon. “Minta perlindungan serikat buruh,” ujar Esty.

Saran sang istri dijalankannya. Pengunduran diri tidak menjadi pilihan. Tapi perusahaan terus memikirkan peremajaan karyawan, hingga manajemen tak lagi keberatan untuk mengambil opsi pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan sejumlah uang pesangon yang harus digelontorkan. Yulan pun tak bisa menghindari itu. Dia terkena pemutusan hubungan kerja.

Meski begitu, dia pulang ke rumah tidak dengan tangan kosong. Suami Esty membawa pesangon dan jaminan hari tua dari BPJS Ketenagakerjaan, program jaminan sosial yang membersamainya sejak awal bekerja. Kepesertaannya dalam Jamsostek sudah berlangsung sejak masih menjadi waiter di Mall Taman Anggrek. Ketika berpindah kerja ke Mangga Dua, Yulan meneruskan kepesertaan tanpa mengambil manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) di dalamnya. 

“Kami baru mengambil JHT ketika terkena PHK dari tempat kerja di Mangga Dua. Waktu itu tahun 2016. Kami merasakan manfaatnya,” kenang Esty.

Sejak terkena PHK, Yulan merasakan kesenangan yang sebelumnya jarang dia alami, yaitu menyaksikan anaknya tumbuh. Pagi hari, biasanya dia sudah berjalan meninggalkan rumah menuju tempat kerja. Sementara anak masih tertidur lelap. Kini dia menyaksikan putrinya, Shahquita  Early tumbuh menjadi remaja yang ceria. Dia juga menyaksikan anak kedua, Safaras dari mulai bayi hingga sekolah taman kanak – kanak. Senang rasanya.

Tiga bulan setelah terkena PHK, Yulan berkata kepada Esty, dia ingin bekerja, tapi yang tidak seperti dulu. Dia tetap ingin menyaksikan anaknya bangun tidur dan kumpul dengan mereka di pagi hari. Barulah setelah itu bekerja. 

Yulan dan Esty mengharapkan kedua anaknya menjadi insan yang banyak menginspirasi orang lain, menjadi bermanfaat. Khairunnas anfa’uhum linnas. Sebaik-baik manusia adalah yang banyak memberikan manfaat. Begitu kata Esty mengutip sebuah hadits. Kelak mereka akan melakoni profesi yang baik, apa pun itu.

Keinginan Yulan untuk sering menyaksikan kedua buah hatinya tumbuh terwujud. Dia bekerja sebagai kurir SAP Express. Tugasnya mengirimkan barang dari rumah ke rumah. Awal bekerja di sana, Yulan bersusah payah mencari alamat yang dituju. Namun setelah beberapa bulan bekerja. Dia hafal jalan dan alamat di Jakarta Barat. Sejak itu, ayah dua anak itu tak mengalami kesulitan lagi. Segala alamat yang tertera di barang yang harus dikirimkan diketahuinya.

Waktu kerja menjadi lebih cepat. Dia bisa lebih dini pulang kerja dan membersamai dua anak dan istri kekasih hatinya.

Pada mulanya Esty sempat mengkhawatirkan pujaan hatinya bekerja sebagai kurir. Dahulu dia bekerja sebagai senior waiter. Apakah sekarang dia mau berpeluh, kerja banting tulang sebagai kurir di lapangan. 

Ternyata jawabannya adalah kinerja sang suami. Yulan tak patah arang. Dia terus melakoni pekerjaan itu sampai bertahun-tahun. Segala kesusahan yang dialami, sama sekali tak menjadikannya pesimistis. Dia terus menjalani itu dengan penuh kepasrahan kepada Allah. Sebabnya, Yulan meyakini, menjadi kurir adalah wasilah mendapatkan rezeki untuk membersamai keluarga yang dicintai.

“Saya bersyukur, Alhamdulillah suami saya mau menekuni pekerjaan itu,” kenang Esty. 

Suaminya pernah menjelaskan, pekerjaan seberat apa pun, harus diselesaikan selama masih halal. Sebab halal membawa berkah yang menghangatkan keluarga, membawa dan menjaga semua yang menikmati kehalalan, tetap dalam iman.

Pada awal tahun 2023 ada beberapa kejutan dari sang suami untuk Esty dan keluarga. Pertama, Yulan memberikan cokelat sebagai hadiah ulang tahun Esty ke-38 tahun. “Saya terkejut. Ini bukan sifat dia yang biasanya cuek dan lebih memperhatikan anak. Kok tiba-tiba jadi memperhatikan saya,” ucap Esty. Meski begitu, di balik keanehan yang dirasakan, Esty merasakan kehangatan sang suami yang ketika itu menjadi lebih romantis.

Kedua, tak sekadar menghadiahkan cokelat, Yulan pun semakin menunjukkan perhatian kepada Esty. Ketika waktu makan tiba, Yulan langsung mengingatkan, ini waktunya makan. Harus makan dulu. Kalau terlambat, apalagi tidak makan, nanti mengakibatkan sakit. Esty pun mengikuti nasihat sang suami. Yulan membersamai keluarganya makan pagi sebelum berangkat kerja.

Ketiga, entah kenapa, Esty tiba-tiba terpikir untuk merapikan rumahnya. Kemudian membersihkan karpet. Lalu membentangkannya. Suasana rumah pun menjadi rapi, tertata, dan bersih. Orang yang datang ke sana menjadi nyaman untuk berlama-lama.

Keempat, Esty pernah memimpikan suatu keanehan. Suatu yang membuatnya merasa sedih sekali sehingga dia terbangun dari tidur di tengah malam. Yulan yang berada di sampingnya ikut terbangun. Lalu menanyakan, ada apa. Esty menjawab dia memimpikan hal aneh, tapi entah apa. Yulan pun menyuruhnya untuk kembali beristirahat.

Hingga pada Rabu 15 Februari 2023, saat Esty sedang bekerja sebagai staf di Global Art Jakarta, mendadak dia mendapatkan telpon dari SAP Express. Ketika itu Esty mendapatkan kabar, suaminya pingsan. Kemudian Esty datang ke lokasi tempat sang suami dikabarkan pingsan. Di situ dia menyaksikan Yulan terkapar. Tubuhnya sudah ditutupi penghalang. Ternyata ayah dua anak itu sudah wafat. Jenazahnya kemudian dibawa ke rumah duka, yang sebelumnya sudah Esty rapikan, bersihkan, dan bentangkan karpet.

Empat keunikan sebelumnya, merupakan pertanda dari Allah bahwa Yulan akan meninggalkan mereka semua. “Saya sungguh tak menyangka dia bakal wafat secepat itu,” kata Esty.

Yulan meninggalkan mereka di usia 42 tahun, tanpa menyisakan kesusahan. Sejak bekerja di SAP Express, Yulan selalu mendengarkan Esty untuk mempertahankan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Kepesertaan itu membuat keadaan wafatnya di saat bekerja mencari berkah untuk keluarga, dikategorikan sebagai kecelakaan kerja. 

Dengan begitu ahli waris Yulan berhak mendapatkan manfaat kecelakaan kerja, jaminan kematian, beserta beasiswa untuk kedua anaknya, Shahquita Early yang berusia 11 tahun. Kini duduk di bangku kelas 5 SD. Kemudian anak kedua Yulan, Safaras alias Ayas yang kini belajar di TK Cenderawasih dekat rumah mereka.

Berbekal beasiswa BPJS Ketenagakerjaan, manfaat dari kepesertaan perlindungan Jamsostek Yulan, kelak dua anak itu akan terus menempuh studi hingga meraih strata satu. “Alhamdulillah, saya bersyukur cucu saya nanti akan terus sekolah setinggi-tingginya. Mereka akan menjadi orang yang lebih baik dari saya dan orang tuanya. Insya Allah akan menjadi orang bermanfaat buat orang lain,” kata nenek mereka, Wastini, yang juga mertua almarhum Yulan.

Ibu empat anak tersebut mengenang almarhum sebagai sosok yang baik hati. “Kalau ditanya, siapa yang merasa paling kehilangan…, sayalah yang merasakan itu. Sebab kebaikan dia tak bisa dihitung. Saya menganggap almarhum seperti anak sendiri. Orangnya sangat perhatian,” kata Wastini mengenang Yulan.

Ibu rumah tangga tersebut menyaksikan dua anak Yulan. Yang pertama si Kakak Shahquita yang tumbuh setahun lagi akan menamatkan studi sekolah dasar. Kedua adalah si adik Safaras yang akan masuk sekolah dasar. Perjalanan hidup mereka masih panjang. Dengan beasiswa Jamsostek, mereka akan menjadi dewasa menatap masa depan gemilang.

“Saya pasti mendoakan, memohon kepada Allah, agar dua cucu itu jadi shalih dan shalihah. Kalau sudah besar nanti, mereka mendapatkan kerjaan yang baik dan banyak sedekah,” kata Wastini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement