REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Islam menaruh perhatian yang penting terhadap sikap belasungkawa (takziah) terhadap orang yang sedang tertimpa musibah apapun macamnya.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Siapa yang berbelasungkawa kepada orang yang tertimpa musibah, maka ia mendapat pahala yang sama dengan orang yang tertimpa musibah itu." (HR Turmudzi dan Imam Baihaqi)
Dalam riwayat Abu Barazah, juga disebutkan tentang keutamaan belasungkawa kepada wanita yang ditinggal mati anaknya.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Siapa yang berbelasungkawa kepada wanita yang ditinggal mati anaknya maka kelak dia diberi pakaian burdah di dalam surga." (HR Turmudzi)
Riwayat lain yakni dari Abdullah bin Amr bin Ash juga menyebutkan, Nabi Muhammad SAW pernah bertanya kepada Siti Fatimah RA soal apa yang menyebabkan Fatimah keluar dari rumahnya.
Fatimah menjawab, "Aku baru saja mendatangi keluarga mayit ini untuk memohonkan rahmat buat mayit mereka atau berbelasungkawa kepada mereka atas kematiannya." (HR Abu Daud dan An-Nasa'i)
Dalam hadits lainnya disebutkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak sekali-kali seorang mukmin yang berbelasungkawa kepada saudaranya yang tertimpa musibah, kecuali Allah SWT akan memakaikan kepadanya sebagian dari perhiasan kehormatan di hari kiamat." (HR Ibnu Majah dan Baihaqi, dari jalur Amr bin Hazm)
Imam An-Nawawi dalam al-Adzkaar menjelaskan, takziah atau belasungkawa adalah memberikan nasihat sabar kepada orang yang sedang mengalami musibah. Dan juga menghibur hati orang yang ditinggal wafat, meringankan kesedihan, serta memberikan kemudahan untuk bisa mengatasi musibah tersebut.
Hal itu termasuk perbuatan amar makruf nahi mungkar, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surat Al Maidah ayat 2 yang menjadi dalil untuk perkara takziah. "Tolong- menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa." (QS Al Maidah ayat 2).