REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IV Jawa Barat-Banten, mencabut izin operasional Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Tasikmalaya. Alhasil, kampus yang terletak di Jalan RE Martadinata, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, tak bisa melakukan kegiatan perkuliahan.
Berhentinya aktivitas perkuliahan di kampus itu membuat lebih dari 800 mahasiswa terdampak. Para mahasiswa itu otimatis tak lagi bisa belajar di STMIK Tasikmalaya, lantaran kampus itu tak lagi berizin. Nasib para mahasiswa itu pun menjadi tak jelas.
Ketidakjelasan itu pun yang dirasakan para orang tua mahasiswa di kampus itu. Pihak kampus diminta memberi kepastian agar para mahasiswa dapat kembali melanjutkan perkuliahannya.
Mantan Plt Ketua STMIK Tasikmalaya, Rahadi Deli Saputra, mengatakan, pihaknya tidak akan mengabaikan persoalan itu. Kampus disebut akan bertanggung jawab akan nasib para mahasiswa yang ada. Salah satu upaya yang dilakukan adalah berupaya memindahkan mahasiswa STMIK Tasikmalaya ke kampus serumpun.
"Kami sudah menjajaki komunikasi dengan beberapa universitas. Mudah-mudahan bisa menampung mahasiswa," kata dia saat melakukan audiensi di DPRD Kota Tasikmalaya, Rabu (29/3/2023).
Dua universitas yang dijajaki itu adalah Universitas Perjuangan (Unper) dan STMIK DCI. Penyesuaian untuk pemindahan mahasiswa itu disebut butuh waktu. Namun, pihak kampus optimistis prosesnya akan selesai dalam waktu dua pekan ke depan, seperti tuntutan para mahasiswa dalam aksi yang dilakukan pada Senin (27/3/2023).
Rahadi menjelaskan, proses pemindahan mahasiswa itu akan terus dipantau oleh LLDIKTI. Pihaknya juga akan terus melaporkan progres pemindahan mahasiswa kepada LLDIKTI.
"Pemindahan tak bisa ditunda. Kami paham, karena ini berkaitan dengan waktu belajar," ujar dia.
Namun, pihak kampus telah meminta kelonggaran kepada kampus yang dituju untuk tetap melaksanakan perkuliahan di STMIK Tasikmalaya. Itu diklaim untuk memudahkan mahasiswa agar tidak perlu lagi beradaptasi dengan lingkungan baru.
"Karena itu, pembelajaran bisa dilakukan di kampus STMIK Tasikmalaya dan dengan tenaga pengajar dari kami. Hanya administrasi dari kampus baru. Alhamdulillah itu bisa disambut baik oleh kampus bersangkutan," kata Rahadi.
Perwakilan orang tua mahasiswa, Santi Permana (40 tahun), menolak aktivitas perkuliahan mahasiswa yang dipindahkan tetap dilakukan di STMIK Tasikmalaya, apalagi tetap diajar oleh tenaga pengajar yang sama. Dia menilai, STMIK Tasikmalaya jelas-jelas sudah terbukti tidak amanah dengan pencabutan izin yang dilakukan LLDIKTI.
"Kami tidak akan mengizinkan para mahasiswa kembali belajar di kampus lama, oleh pengurus lama," kata dia.
Dia juga meminta pihak STMIK Tasikmalaya mutlak menentukan proses pemindahan mahasiswa. Artinya, pihak STMIK hanya perlu menyediakan alternatif kampus serumpun yang bisa dipilih mahasiswa untuk pindah tanpa paksaan.