REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Perwakilan Rusia menyampaikan keprihatinan atas proyek permukiman ilegal Israel dalam sesi ke-52 Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB yang digelar Rabu (29/3/2023). Moskow pun prihatin atas situasi HAM di wilayah Palestina yang diduduki.
“(Rusia) prihatin dengan perkembangan negatif dari situasi HAM di wilayah pendudukan,” kata anggota delegasi Rusia Olga Vorontsova dalam pidatonya, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Dia mengungkapkan, yang menjadi perhatian khusus adalah eskalasi kekerasan yang berdampak pada warga sipil. “Termasuk pelanggaran provokatif terhadap status tempat suci di Yerusalem, rencana Israel meningkatkan pembangunan pemukiman, praktik tanpa henti meruntuhkan perumahan milik warga Palestina, dan keputusan Pemerintah Israel melegalkan permukiman liar di wilayah Palestina yang diduduki,” ucap Vorontsova.
Vorontsova menekankan, kunci stabilitas jangka panjang adalah pencapaian kesepakatan yang dapat diterima bersama pada semua masalah status akhir berdasarkan kerangka hukum internasional. “Kami mengimbau semua pihak untuk menahan diri dari tindakan provokatif yang sarat dengan eskalasi kekerasan, terutama pada hari-hari besar keagamaan,” katanya.
Pada 24 Maret lalu, kelompok HAM Peace Now mengungkapkan, Israel Land Authority (ILA) telah menerbitkan tender untuk pembangunan hampir 1.000 unit rumah di permukiman Efrat dan Beitar Illit di Tepi Barat. Palestina pun segera mengecam keras hal tersebut. Mereka menegaskan, dengan proyek permukiman tersebut, Israel melanjutkan rezim apartheid. Palestina pun mendesak masyarakat internasional menekan Israel untuk menghentikan proyek permukiman ilegalnya.
Pada 20 Maret lalu, parlemen Israel (Knesset) mencabut Undang-Undang (UU) Pelepasan atau Disengagement Law yang disepakati tahun 2005. Disengagement Law memerintahkan pembongkaran empat permukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat yang diduduki saat Israel menarik pasukannya dari Jalur Gaza. Empat permukiman itu yakni Sa-Nur, Ganim, Kadim, dan Homesh.
Sejak UU 2005 itu diterapkan, warga Israel dilarang memasuki kembali daerah-daerah permukiman tersebut tanpa seizin militer. Dengan pencabutan UU tersebut, warga Israel dapat kembali ke lokasi permukiman yang dievakuasi. Artinya permukiman ilegal Israel di Tepi Barat bakal bertambah.
Israel menduduki Tepi Barat sejak berakhirnya Perang Arab-Israel 1967. Hingga saat ini terdapat lebih dari 700 ribu pemukim Israel yang tinggal di permukiman-permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Permukiman tersebut dianggap ilegal menurut hukum internasional.