REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Krisis perbankan global disebut-sebut menjadi imbas dari kebijakan yang salah pada masa pandemi. Wealth Advisory Head UOB Indonesia Diendy Liu menyatakan, keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) itu bukan pengulangan krisis ekonomi 2008.
"Saat ini sedang hangat berita kegagalan beberapa bank di Amerika Serikat dan take over Credit Suisse oleh Bank UBS. Banyak yang berspekulasi bahwa kejadian ini dapat menjadi satu krisis yang sama seperti 2008, tapi kita coba memberikan penjelasan yang sebaik mungkin bahwa sebenarnya ini berbeda," kata dia dalam Media Gathering dan Literasi Preserve and Grow Your Wealth Through Risk-First Approach di Teras Ramayana, Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Kamis (30/3/2023).
Pada tahun 2008, krisis ekonomi disebut terjadi karena ada bubble economy. Artinya, terdapat sebuah spekulasi berlebih di sektor properti AS sehingga para kreditor yang tak layak memperoleh kredit properti justru malah diberikan kredit. Setelah itu, kredit tersebut dijual kembali oleh bank sehingga menyebabkan efek domino ketika kredit properti itu gagal.
Adapun kejadian SVB dan Signature Bank di AS pada tahun 2023 justru terjadi karena bank-bank tersebut memperoleh Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berlimpah. Saat pandemi COVID-19, lanjut dia, AS merupakan salah satu negara yang memberikan bantuan fiskal paling besar.