REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyinggung permasalahan yang sedang dihadapi sektor perbankan Amerika Serikat (AS). Seperti diketahui, sejumlah bank di Negeri Paman Sam harus tutup setelah mengalami kolaps beberapa waktu lalu.
Pada pertemuan ASEAN Finance Minister and Central Bank Governor yang digelar di Bali hari ini, Rabu (29/3/2023), Sri mengatakan kejatuhan Silicon Valley Bank (SVB) merupakan dampak dari situasi yang terjadi di AS akhir-akhir ini.
"SVB jatuh lantaran terimbas kebijakan suku bunga tinggi. Sejak tahun lalu, bank sentral AS The Federal Reserve cukup agresif mengerek suku bunga untuk menekan laju inflasi," kata Sri.
Belum lama ini, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari yang sebelumnya di level 4,5 persen-4,75 persen menjadi saat ini di level 4,75 persen-5 persen. SVB yang banyak menggenggam surat utang pemerintah AS pun terkena imbasnya.
Sri menjelaskan, kebijakan suku bunga tinggi oleh The Fed membuat harga surat utang pemerintah AS menjadi sangat tinggi. Hal tersebut mempengaruhi nilai investasi SVB sehingga menggerus neraca keuangan bank.
Dengan adanya permasalahan ini, menurut Sri, pemerintah Indonesia menjadi terus memperketat pengawasan di sektor keuangan domestik. Ditambah lagi setelah adanya permasalahan likuiditas pada salah satu bank di Eropa.
"Kami selalu berdiskusi dan melanjutkan pengujian secara bertahap terhadap sektor keuangan domestik khususnya di industri perbankan," jelas Sri.
Sri mengatakan pemerintah telah menyiapkan berbagai antisipasi menghadapi berbagai risiko yang mungkin timbul dari berbagai dinamika global. Oleh sebab itu, Sri menekankan, pemerintah selalu melakukan kalibrasi kebijakan saat terjadi risiko.
"Kami akan berkonsolidasi jika memang itu dibutuhkan, melakukannya secara kredibel dan transparan, sehingga bisa mengantisipasi gejolak yang mgkin terjadi enam sampai 12 bulan ke depan," terang Sri.