REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak tak menampik bahwa telah terjadi keterlambatan pembangunan transportasi publik yang menyebabkan kemacetan terus terjadi di Jakarta. Dia menilai hal itu lantaran kebijakan-kebijakan para kepala daerahnya tidak konsen pada percepatan atau akselerasi pembangunan transportasi publik.
Gilbert mengatakan, keterlambatan pembangunan transportasi di antaranya lantaran Jakarta tidak memanfaatkan jalur train zaman Belanda. Alih-alih mengembangkan transportasi publik, kepala daerah di DKI Jakarta lebih banyak menerapkan kebijakan yang tak sejalan.
"Pada orde baru yang digenjot adalah penjualan mobil. Apakah karena para (pemilik) mobil ini memberikan intensif kepada para pejabat pemerintah," kata Gilbert kepada Republika.co.id, Jumat.
Lebih lanjut, dia juga menekankan 'larinya' anggaran yang teralirkan bukan pada kebijakan-kebijakan untuk menekan kemacetan. Baik kebijakan para gubernur sebelum-sebelumnya, maupun saat ini.
"Sebagai contoh, bagaimana bisa Anda mengatasi kemacetan DKI kalau misalnya mobil dikasih DP Rp 0, motor dikasih DP Rp0, kemudian mobil listrik dikasih subsidi. Ini kan kebijakan yang enggak menyentuh. Artinya mobil listrik dikasih subsidi, emang dia mengurai kemacetan? Kan enggak," jelasnya.
Selain itu, lanjut Gilbert, sejak dulu yang menjadi fokus Pemda DKI adalah membangun jalan. Sehingga banyak anggaran yang digelontorkan pada pos tersebut. "Sejak dulu seperti itu. Pembangun jalan karena ada proyek-proyek baru, mindset-nya kan sudah rusak tiap hari trotoar dibongkar pasang kabel gali bikin lagi trotoarnya, itu kan menciptakan proyek-proyek biar ada pemasukan, sudah terlalu rusak lah mentalitas orang DKI," jelasnya.
Meski ada keterlambatan pembangunan transportasi publik, Gilbert mengatakan, sebenarnya Jakarta bisa saja mengatasi masalah kemacetan jika melakukan upaya akselerasi. Upaya itu kata dia tentu butuh jor-joran anggaran atau realokasi yang lebih besar untuk pembangunan transportasi publik seperti MRT dan LRT.
"Sekarang ini kata kunci yang dibutuhkan adalah akselerasi. Kucurkan dana lebih besar dan keselamatan diawasi banget, kasih target 7,8, atau 10 tahun," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengakui Indonesia terlambat dalam membangun transportasi massal. Akibat keterlambatan membangun transportasi massal yang andal, masyarakat akhirnya lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Kondisi itu yang menurut Jokowi menjadi penyebab kemacetan di kota-kota besar.
"Karena keterlambatan membangun transportasi massal, baik untuk penumpang maupun untuk barang, semua berbondong-bondong menggunakan kendaraan pribadi. Akhirnya macet di semua kota sekarang ini," kata Jokowi saat meresmikan pengoperasian jalur kereta api Makassar-Parepare rute Maros-Barru di Sulawesi Selatan, Rabu (29/3/2023).
Kemacetan saat ini tidak hanya terjadi di Ibu Kota, tetapi juga di berbagai kota besar lainnya, seperti Bandung, Medan, Surabaya, Semarang, dan Makassar. Di Jakarta, kata Jokowi, pembangunan transportasi massal sudah terlambat sekitar 30 tahun. Meskipun pemerintah telah membangun MRT dan LRT, kemacetan masih terjadi.
"Di Jakarta terlambat 30 tahun kira-kira, meskipun sekarang sudah ada MRT, tapi baru satu jalur. Ada LRT, tapi juga belum jalan. Sehingga Bapak Ibu kalau di Jakarta pagi macet, siang macet, sore macet, malam macet sekarang ini. Karena keterlambatan dalam membangun itu," kata Jokowi.