REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembangan industri fintech syariah di Malaysia masih menghadapi tantangan. Tantangan utama bagi pelaku industri fintech syariah adalah aksesibilitas modal berbasis syariah untuk memperluas operasi bisnis seiring dengan meningkatnya permintaan melalui pembayaran elektronik.
“Tanpa akses ke dana ventura yang sesuai dengan syariah, adopsi industri dapat melambat,” kata Spesialis hukum PayHalal ED dan fintech Indrawathi Selvarajah dalam sebuah wawancara dikutip The Malaysian Reserve, Jumat (31/3/2023).
Tantangan lainnya yakni berkaitan dengan kepatuhan terhadap peraturan. Indrawathi melihat kesadaran komunitas modal ventura dan lembaga pemerintah akan pentingnya memahami peraturan berbasis syariah masih kurang.
Selain itu, pemahaman yang buruk tentang industri fintech syariah menimbulkan masalah kepercayaan antara pendiri start-up dengan pemodal ventura. Badan penasehat Islam untuk Fintech Islam, Adl Advisory Sdn Bhd, mengatakan Malaysia adalah pemain puncak dalam industri syariah.
"Malaysia memiliki infrastruktur yang kuat untuk mengembangkan ruang, namun tantangan seperti kesadaran, bakat, pendanaan, dan dukungan peraturan dapat memperlambat kemajuannya," kata Badan tersebut.
Menurut pendiri dan CEO Mufti Yousuf Sultan, peran akademisi sangat penting dalam mencapai tujuan ini, karena dapat mendidik dan melatih siswa dengan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk sukses di sektor fintech syariah.
“Dengan membina kumpulan individu yang kompeten dan berpengetahuan yang dapat memahami kebutuhan industri, akademisi dapat berkontribusi secara signifikan untuk mengembangkan ekosistem fintech syariah Malaysia,” kata Yousuf.
Meski demikian, Yousuf menambahkan, dukungan Bank Negara Malaysia (BNM) dan Securities Commission (SC) Malaysia dalam menggerakkan berbagai segmen melalui peran regulasi dan pengawasan patut diacungi jempol.
“SC memiliki pedoman untuk crowdfunding, manajemen kekayaan digital, dan pertukaran aset digital, yang semuanya dapat disediakan di bawah fintech syariah,” katanya.
Yousuf percaya bahwa untuk memposisikan Malaysia sebagai pemimpin global dalam fintech Islam, pemerintah dan pelaku industri perlu memberikan dukungan, insentif, dan lingkungan yang berkelanjutan yang mendorong pertumbuhan dan inovasi dalam industri.