REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) mengaku belum menerima permohonan Pengajuan Kembali (PK) dari kubu Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait sengketa kepengurusan Partai Demokrat. Kabar pengajuan PK ini diungkapkan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Prosedur pengajuan PK tercantum dalam Pasal 66 hingga 77 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA. Ketentuan umumnya ialah permohonan PK dapat diajukan hanya satu kali, permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan, dan permohonan PK dapat dicabut selama belum diputus (dalam hal sudah dicabut permohonan PK itu tidak dapat diajukan lagi).
"Kepaniteraan Muda TUN Mahkamah Agung hingga kini belum menerima berkas permohonan PK tersebut," kata Juru Bicara MA Suharto kepada Republika.co.id, Senin (3/4/2023).
Tenggang waktu pengajuan permohonan PK yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 hari. Adapun permohonan PK harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
"Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya," ujar Suharto.
Sebelumnya, AHY mengatakan pada 3 Maret 2023 mereka menerima informasi Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun masih mencoba untuk mengambil alih Partai Demokrat. "Pasca-KLB abal-abal dan ilegal yang gagal total pada tahun 2021 lalu, kali ini mereka mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA)," kata AHY, Senin (3/4/2023).
PK merupakan langkah terakhir menguji putusan Kasasi MA No.487 K/TUN/2022 yang telah diputus 29 September 2022. Alasan KSP Moeldoko mengajukan PK karena klaim menemukan empat novum atau bukti baru.
Kenyataannya, bukti yang diklaim Moeldoko itu bukan bukti baru. Keempat Novum telah menjadi bukti persidangan di PTUN Jakarta dalam perkara No.150/G/2021/PTUN.JKT yang telah diputus 23 November 2021 lalu.
Oleh karena itu, hari ini tim hukum Demokrat mengajukan kontra memori atau jawaban atas pengajuan PK tersebut. AHY meyakini, Demokrat berada pada posisi yang benar, apalagi melihat pengalaman empirik.
"Sudah 16 kali pengadilan memenangkan Partai Demokrat atas gugatan hukum KSP Moeldoko dan kawan-kawannya. Saya ulangi, sudah 16 kali, Partai Demokrat menang atas gugatan hukum KSP Moeldoko. 16-0," ujar AHY.
Tercatat, MA sudah menolak kasasi yang diajukan KSP Moeldoko terkait Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang. Ini jadi kegagalan kesekian kalinya yang dialami Moeldoko. Moeldoko telah ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta di tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta di tingkat banding.