REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Iwan Takwin menanggapi kritikan yang dilayangkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menyebutkan bahwa pengelolaan Taman Ismail Marzuki (TIM) saat ini lebih berorientasi pada bisnis dibandingkan pengembangan kesenian.
Iwan menuturkan, walau bagaimanapun, sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT Jakpro memang harus mengembangkan bisnis dalam pengelolaan TIM.
“Kita kan badan usaha, harus jalan juga (bisnisnya), nggak bisa murni karena kita bukan SKPD (satuan kerja perangkat daerah),” kata Iwan usai menghadiri rapat Komisi C di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (4/3/2023).
Namun, Iwan menyebut pihaknya juga berusaha agar dapat menyeimbangkan aspek bisnis dengan pengembangan kesenian. Agar esensi TIM yang selama ini dikenal kental akan nilai budaya dan seni bisa tetap terjaga.
“Memang, itu makanya sekarang ini kita BP BUMD mengkaji supaya bagaimana aspek pelayanan publik, terutama seni budaya tetap dikedepankan dibanding bisnisnya,” ujarnya.
Sebelumnya diketahui, anggota Fraksi PSI DPRD DKI, Eneng Malianasari mengingatkan, Jakpro untuk tidak hanya berfokus mencari pemasukan. Hal itu menanggapi Komite Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dikabarkan membatalkan gelaran tahunan Bulan Film Nasional (BFN) yang mestinya digelar pada 25 Maret-2 April 2023, setelah terganjal izin pemakaian ruang putar Kineforum TIM, Cikini, Jakarta Pusat. Dia meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dapat lebih tegas dalam pengelolaan TIM yang saat ini menjadi kewenangan PT Jakpro.
“Pemprov DKI harus mengkaji kembali kewenangan Jakpro dalam mengelola TIM yang tidak melulu berorientasi ke bisnis. Aspek seni dan keberlangsungan program mesti diperhatikan, karena bagaimanapun TIM dibangun 100 persen oleh APBD DKI,” kata Eneng dalam keterangannya di Jakarta, Senin (3/4/2023).
Eneng mengatakan, program yang diselenggarakan seharusnya mengutamakan kebutuhan publik atau masyarakat. Dia meminta Jakpro agar bisa bekerja sama menyelenggarakan acara untuk menjaga ekosistem seni tetap eksis di Jakarta, termasuk industri perfilman.
“Jangan sampai masalah ini berlarut dan dikhawatirkan memengaruhi ekosistem seni secara luas jika tidak segera dibenahi,” ujar anggota Komisi C DPRD DKI tersebut.
Eneng menegaskan, Pemprov DKI seharusnya memfasilitasi DKJ untuk dapat tetap menggelar kegiatan rutin tahunannya. Terutama membuka ruang diskusi antara DKJ bersama Jakpro agar ada kesepakatan bersama dalam pengelolaan TIM usai direvitalisasi.
“TIM sejak dulu dibangun dengan orientasi mengembangkan kesenian dan kebudayaan di Jakarta, tidak ideal jika Jakpro mengedepankan sisi bisnis dalam hal ini,” ucap Eneng.