Oleh : Dr. Subkhi Ridho*
REPUBLIKA.CO.ID, Ramadhan merupakan bulan suci, bulan penuh berkah, dan bulan penuh ampunan, bagi umat Islam di seluruh dunia. Lantas apakah Ramadhan telah terkoneksi secara utuh dengan dunia digital? Pertanyaan lanjutannya bagaimana menjadikan Ramadhan kali ini dan seterusnya sebagai ruang mendidik kesalehan digital?
Tentu tidak mudah menjawabnya. Kalau sekadar munculnya akun-akun dakwah di berbagai media sosial: Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, dan aplikasi pesan singkat Whatsapp tentu sudah jamak kehadirannya.
Sesungguhnya sejak pertengahan 1990-an para sarjana meski skupnya masih terbatas telah memulai mengkaji tentang agama digital (Grieve, 1995; Leary, 1996). Semakin tahun semakin masif kajian mengenai online religion maupun religion online.
Sejak 2012 lalu, asosiasi sarjana studi agama, media, dan budaya di Amerika telah menerbitkan Journal of Religion, Media, and Digital Culture (2012), yang memuat tentang perkembangan relasi yang kompleks antara media digital dengan praktik kehidupan keagamaan kontemporer.
Ke depan akan semakin kompleks pula cara-cara orang beragama dan melakukan praktik-praktik keagamaannya masing-masing di tengah kemajuan teknologi komunikasi dan informasi di era 4.0 dan 5.0. Hal ini perlu direspons segera oleh Muhammadiyah misalnya, bagaimana secara Fikih Informasi, sehingga warga persyarikatan tidak bingung dan justru mendapatkan dari sumber-sumber yang tidak valid.
Sementara jika menilik pengikut Instagram ofisial PP Muhammadiyah di @lensamu sendiri masih sangat terbatas, baru di kisaran 270 ribu followers. Demikian pula dengan akun-akun organisasi otonom Muhammadiyah, yang masih tertinggal jauh dengan organisasi Islam lainnya yang muncul pasca reformasi 1998. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi PP Muhammadiyah 2022-2027 hasil Muktamar Solo akhir 2022 lalu.
Maka di Ramadhan kali ini, seyogianya Muhammadiyah dapat berkontribusi secara lebih maksimal dalam meningkatkan kesalehan digital. Agar sekurang-kurangnya warga persyarikatan memiliki referensi yang terarah dalam menjalankan praktik-praktik ibadah keagamaannya, terlebih dapat dijadikan panduan oleh umat Muslim secara lintas organisasi maupun yang tidak terafiliasi ke organisasi manapun.
Jadikan Ramadhan sebagai ruang lebih khusyuk dan mantap untuk melahirkan dai-dai yang melek digital, konten-konten produktif yang mudah diakses dan diterima oleh umat di kanal Youtube maupun media sosial lainnya. Selain itu juga meningkatkan visualitas akun-akun ofisial milik Muhammadiyah, dengan berkolaborasi dengan para influencer, maupun mikro selebritis yang memiliki pengaruh kuat bagi generasi milenial fresh dan Gen Z yang saat ini jumlahnya hampir mencapai 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Merekalah calon pengisi generasi Indonesia Emas 2045. Maka sudah seyogianya Muhammadiyah bergerak cepat memajukan Indonesia mencerahkan semesta dengan turut aktif dalam membentuk generasi yang saleh secara digital, tidak sekadar saleh secara lahiriah semata. Keduanya perlu berjalan beriringan.
*Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam UMY