REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Nasyirul Falah Amru (Gus Falah) menyatakan radikalisme agama yang dilakukan pemerintah berkuasa di Israel sangat membahayakan perdamaian dunia.
"Pemerintahan Israel saat ini dikuasai koalisi ekstremis-radikal Yahudi di bawah pimpinan Benjamin Netanyahu," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/4/2023).
Sejak memenangkan Pemilu pada 1 November 2022, Netanyahu membentuk pemerintahan bersama partai-partai Yahudi garis keras di bawah aliansi Zionisme Religius.
Aliansi itu, katanya, berbasiskan radikalisme Yahudi dan mempunyai tendensi intoleran terhadap warga minoritas Islam dan Kristen Israel, apalagi terhadap warga Palestina.
Sekretaris Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) itu menyatakan tindakan Israel yang membahayakan perdamaian sudah dimulai pada awal tahun 2023. Kala itu, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir secara provokatif memasuki Kompleks Masjid Al-Aqsa.
"Itamar adalah Ketua Partai Yahudi radikal, yakni Jewish Power," ujarnya.
Tokoh radikal Yahudi lainnya di Pemerintahan Netanyahu adalah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich. Gus Falah mengungkapkan Smotrich pernah menyatakan bahwa tidak ada yang namanya rakyat Palestina. Smotrich pernah menyerukan agar Kota Huwara di Tepi Barat dimusnahkan.
"Orang-orang seperti Ben-Gvir dan Smotrich ini tidak mau mengakui keberadaan negara Palestina dan mendukung perluasan pendudukan Israel atas Tepi Barat yang merupakan wilayah Palestina. Mereka ini para pelaku politik identitas yang menggunakan pandangan agama Yahudi yang ekstrem guna meraih dukungan publik," jelasnya.
Pandangan keagamaan yang ekstrem itu mendasari berbagai tindakan intoleran mereka terhadap warga Palestina. Gus Falah mengungkapkan baru-baru ini para pemukim Yahudi sayap kanan kembali menyerbu masuk halaman Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur dengan pengawalan polisi Israel.
Ketua Tanfidziyah PBNU itu mengungkapkan intoleransi kaum radikal Yahudi itu menyasar minoritas Kristen. Sejak rezim Netanyahu berkuasa, serangan terhadap warga dan tempat ibadah Kristen di Yerusalem bertambah dahsyat.
"Jadi, apa yang terjadi di Israel itu adalah contoh nyata ketika perdamaian dan kesetaraan memburuk tatkala radikalisme agama yang 'getol' mainkan politik identitas berkuasa," ungkapnya.
Karena itu, kata dia, selain terus pada posisi berpihak pada bangsa Palestina yang tertindas, bangsa Indonesia harus menolak radikalisme agama, serta mencegah kaum radikal berkuasa agar situasi buruk di Israel tak terjadi di sini karena radikalisme agama mana pun pasti membahayakan perdamaian dan kesetaraan.