REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Itikaf merupakan penyerahan diri kepada Allah SWT. I'tikaf ini memiliki keutamaan-keutamaan.
Menurut Ketua Umum PB Al Washliyah KH Masyhuril Khamis keutamaan i'tikaf diantaranya pertama i’tikaf Bersama Nabi.
Rasulullah saw dalam haditsnya bersabda, “Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir,” (HR Ibnu Hibban)
Kedua, mencari lailatul qadar, dalam sebuah hadits disebutkan,
“Sungguh saya beri’tikaf di di sepuluh hari awal Ramadhan untuk mencari malam kemuliaan (lailat al-qadr), kemudian saya beri’tikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa yang ingin beri’tikaf, hendaklah dia beri’tikaf (untuk mencari malam tersebut). Maka para sahabat pun beri’tikaf bersama beliau. (HR. Muslim)
Ketika sudah memasuki 10 malam terakhir Rasulullah maka sudah mulai beriktikaf di masjid dan tidak keluar sampai malam ied. Dalam hadist dikatakan,
Rasulullah SAW yang diriwayatkan Aisyah ra, Diriwatkan dari Aisyah ra, ia berkata: "Apabila memasuki hari sepuluh terakhir bulan Ramadan, Rasulullah saw mengencangkan pakaian bawahnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya," (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Imam Nawawi mengatakan dahulu Imam Syafii berkata barang siapa yang ingin meniru nabi dalam masalah iktikaf sepuluh malam terakhir, maka sebaiknya ia telah masuk masjid sebelum terbenamnya matahari di malam ke 21 supaya tidak ada yang terlewati sedikitpun. Dan keluar dari masjid (mengakhiri I’tikaf) setelah terbenamnya matahari di malam ied. Baik bulan Ramadhan itu penuh (30 hari) atau kurang (29 hari).
Dan yang lebih afdhal ia tetap menginap di masjid pada malam ied sampai ia mel;aksanakan shalat ied. Atau ia keluar ke mushalla (lapangan atau tempat shalat ied yang bukan masjid) jika shalat dilakukan di mushalla (bukan masjid).
I’tikaf 10 malam terakhir memang hukumnya sunnah dengan kesepakatan ulama. Namun bukan berarti kita tidak memberikan perhatian kepada ibadah tersebut.
Mengingat pada 10 malam terakhir terdapat malam yang begitu mulia yaitu lailatul qadar.
"Malam tersebut tentu sangat disayangkan jika terlewatkan. Karena malam tersebut merupakan malam yang dikhususkan untuk umat ini saja. Mengingat umur umat Muhammad sangat pendek jiika dibandingkan umat terdahulu,"ujar dia kepada Republika.co.id belum lama ini.
Jika melihat bagaimana i’tikafnya Rasulullah, maka sangat jarang muslimin sekarang yang mampu mengikuti secara persis apa yang dicontohkan nabi. Hal ini karena kesibukan dan kondisi yang sudah sangat berbeda dengan zaman dulu.
Namun sesuatu yang tidak bisa diambil seluruhnya, bukan berarti ditinggal secara keseluruhan juga. Melainkan kita harus berusaha semampunya dan semaksimal mungkin.
Karena I’tikaf itu tidak harus 10 hari. Tidak harus semalam suntuk bahkan dalam madzhab syafii seseorang yang masuk masjid hanya sekedar untuk mengambil sesuatu saja, sudah bisa berniat i'tikaf karena sedang berada di area masjid.
Ketika i’tikaf juga tidak diharuskan terus menerus melakukan ibadah ritual. Bahkan tidur di masjid jika diniatkan i’tikaf sudah menjadi ibadah. Maka mari kita maksimalkan i’tikaf di 10 malam terakhir setiap masuk masjid.