REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada malam Idul Fitri, biasanya banyak masyarakat yang mendaftar sebagai mustahik dan mereka pun menerima zakat fitrah yang dibagikan. Namun, mereka juga mengeluarkan zakat fitrah dengan alasan menyempurnakan ibadah puasa.
Lalu bolehkah amil memberikan zakat fitrah kepada mereka? Ulama ahli tafsir Indonesia, Prof M Quraish Shihab menjawab, jika mereka memang mustahik (fakir miskin), maka tidak salah memberinya.
“Mereka juga membayar zakat fitrah karena membayarnya merupakan kewajiban bagi setiap yang memiliki kelebihan pangan walau untuk sehari semalam, dan hidup sejak saat terakhir bulan Ramadhan sampai walau sedetik setelah akhir Ramadhan,” kata M Quraish dikutip dari buku M Quraish Shihab Menjawab terbitan Lentera Hati halaman 206.
Lalu bagaimana peruntukan zakat fitrah sebenarnya? Apakah boleh jika zakat fitrah digunakan untuk membangun ekonomi umat? Dan bolehkah zakat fitrah ini tidak diserahkan lewat amil, tapi langsung kepada warga mampu?
Menurut M Quraish Shihab, khusus zakat fitrah tidak boleh digunakan kecuali buat fakir miskin, utamanya fakir miskin yang ada di tempat pembayar zakat itu bermukim. Ini karena tujuannya adalah membebaskan fakir miskin dari mengemis pada hari lebaran.
Sementara, jika zakatnya itu berupa zakat mal, maka diperuntukan bagi delapan kelompok sebagaimana disebut dalam surat at-Taubah, yaitu:
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS at-Taubah [9]: 60)