REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Media social dihebohkan dengan konten anak berparas cantik diduga melakukan pencurian sepeda motor di Magelang Jawa Tengah. Banyak pengguna internet fokus pada paras si wanita, bukan karena ada apa si anak berurusan dengan aparat penegak hukum.
Namun kemudian Polres menjelaskan duduk perkara tersebut. Anak berparas ayu itu diduga dalam kondisi mabuk akibat konsumsi obat terlarang. Kemudian dalam kondisi kurang sadar melihat ada sepeda motor terparkir. Dia langsung naik sepeda motor tersebut, kemudian dinyalakan. Ternyata menyala. Dia kemudian membawa sepeda motor itu keliling sekitar daerahnya sampai beberapa jam.
Sementara itu si pemilik mencari sepeda motornya. Kemudian tidak menemukan dan curiga dicuri orang. Maka dia membuat laporan perkara ke Polres Magelang.
Beberapa saat kemudian, anak itu mengembalikan motor yang digunakannya. Kemudian anak itu diamankan polisi untuk dimintai keterangan. Awalnya, polisi belum bisa berkomunikasi dengan si anak, karena dalam kondisi kurang sadar akibat pengaruh obat terlarang tadi.
Kemudian setelah sadar, barulah dimintai keterangan. Hasil yang didapat dari pemeriksaan itu, si anak diduga tak memiliki motif untuk mencuri. Dia hanya menggunakan sementara saja. Selain itu, laporan perkara terkait kasus ini juga sudah dicabut.
Anak tersebut tak begitu saja selesai dari proses hukum. Si anak diawasi dinas sosial setempat. Juga diharuskan wajib lapor untuk diketahui perkembangan perilakunya.
Dari kasus ini ada pelajaran berharga untuk tidak terburu-buru menuduh seseorang melakukan tindak pidana. Terlebih jika si pelaku adalah anak. Sikap terhadap anak harus merujuk kepada Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Uundang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Ketika anak berkonflik dengan hokum maka identitasnya harus disamarkan. Kemudian proses hukum terkait hal tersebut juga harus berjalan dengan menyamarkan identitas anak. Sebab anak masih memiliki masa depan yang cerah, meski dia berkonflik dengan hukum.