JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Islam Nusantara Foundation (Inf), KH Said Aqil Siradj mendorong kepada pemerintah Indonesia agar memperkuat politik luar negeri bebas aktif. Menurut dia, prinsip bebas aktif ini harus diwujudkan dalam aksi nyata.
“Ini perlu diperkuat bahwa negara kita negara yang betul-betul menjalankan politik luar negerinya bebas aktif. Tapi, bukan hanya sekadar jargon, sekadar omongan, harus betul-betul menjadi aksi nyata,” ujar Kiai Said saat ditemui usai acara diskusi INF bertema "Meneguhkan Komitmen Politik Bebas Aktif Indonesia” di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/4/2023) sore.
Untuk mewujudkan hal itu, menurut Kiai Said, Indonesia sekarang ini memerlukan pemimpin yang betul-betul berkepribadian kuat seperti halnya para pendiri bangsa. “Itu membutuhkan pemimpin yang berkepribadian kuat, kokoh, punya prinsip, seperti Bung Karno contohnya,” ucap Kiai Said.
Mustasyar PBNU ini pun menilai, saat ini beberapa kebijakan luar negeri Indonesia masih belum efektif dan Indonesia masih kurang berpengaruh di luar negeri. Menurut dia, pemimpin muslim di dunia pun saat ini tidak ada yang betul-betul memiliki wibawa.
“Contoh, yang bisa mempertemukan Saudi dan Iran kemarin itu justru China. Itu kita malu banget itu, tidak ada pemimpin muslim yang betul-betul punya wibawa sekarang ini. Beda waktu zaman Bung Karno, zaman Natsir, awal-awal Saddam Husein,” kata Kiai Said.
Menurut dia, Presiden Jokowi pun belum memenuhi memenuhi kriteria pemimpin seperti itu. Kendati demikian, dia mengapresiasi usaha Jokowi dalam menjalankan politik bebas aktif dengan baik.
“Ada kekurangan (Jokowi), sudah berusaha, berupaya keras,” jelas Kiai Said.
Dalam diskusi tersebut, Kiai Said juga mendoakan agar pada Pilpres 2024 nanti ada sosok pemimpin Indonesia yang memiliki karakter kuat dan mampu menjalankan politik bebas aktif dengan baik.
“Soal siapa terserah. Ya carilah pemimpin yang betul-betul punya prinsip, kokoh, berani, tegas, dan betul-betul akan menjalankan politik bebas aktif,” ujarnya.
Ketua Islam Nusantara Foundation, Helmy Faishal Zaini menambahkan, dalam menjalankan prinsip bebas aktif ini, Indonesia harus mengupayakan langkah-langkah perdamaian dunia. “Jadi sebetulnya bebas aktif itu kan soal posisioning, tapi yang paling prinsipil adalah Indonesia mengupayakan langkah-langkah ke perdamaian dunia, kemanusiaan. Jadi prinsip-prinsipnya itu sebenarnya. Bebas aktif untuk perdamaian dunia,” jelas Helmy.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kemlu, Muhsin Syihab dalam forum diskusi yang sama menyampaikan bahwa politik luar negeri bebas aktif itu multiperspektif. “Misalnya, Jokowi ke Ukraiana dan Rusia, bisa dilihat dari berbagai sisi. Tapi, tanpa harus memberikan statement yang defensif, saya hanya ingin mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi diterima dengan baik oleh kedua belah pihak yang berkonflik,” kata Muhsin.
Menurut dia, sebelum Jokowi masuk kedua negara yang bekonflik itu tidak ada satu pun pemimpin dunia yang melakukanya. Artinya, kata dia, dengan segala keterbatasan dimemiliki, Indonesia masih memiliki trust atau kepercayaan di mata masyarakat dunia.
“Bahwa di sana sini memang ada kekurangan dan sebagainya dari politik luar negeri bebas aktif kita, tentu pasti. Dan itu adalah tanggung jawab kita bersama untuk emmbuat ini menjadi lebih baik dan lebih lagi,” ucap Muhsin.
Dia pun menekankan bahwa dari satu pemerintahan yang satu ke pemerintahan yang lain sejak era keemrdekaan Indonesia, prinsip bebas aktif itu telah dilaksanakan secara baik. “Bahwa di sana-sini kita belum dapat mencapai tujuan kita harus diingat bahwa kebijakan luar negeri itu selalu dimulai dari dalam negeri, dan politik luar negeri itu pepanjangan dari politik dalam negeri,” tutupnya.