Rabu 19 Apr 2023 04:12 WIB

Mudik Bisa Jadi Momentum Sosial Politik Masyarakat Jelang Pemilu

Citra lancar harus terlihat sejak kini sebagai refleksi politis.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Kendaraan terjebak kemacetan di Cinunuk, CIleunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (18/4/2023). Pada arus mudik H-4 lebaran 2023, kendaraan yang didominasi pemudik motor menuju arah Sumedang, Garut, Tasik dan Jawa Tengah di jalan nasional Cinunuk, Kabupaten Bandung terpantau padat.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Kendaraan terjebak kemacetan di Cinunuk, CIleunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (18/4/2023). Pada arus mudik H-4 lebaran 2023, kendaraan yang didominasi pemudik motor menuju arah Sumedang, Garut, Tasik dan Jawa Tengah di jalan nasional Cinunuk, Kabupaten Bandung terpantau padat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog UGM, Derajad Sulistyo Widhyharto menilai, pemerintah harus memfasilitasi mudik karena merupakan momentum sosial politik masyarakat. Meski fenomena mudik tidak cuma di Indonesia, tapi mudik tidak sekadar pulang.

Sebab, ia mengingatkan, tahun ini berbeda karena mudik memiliki makna politis menunjukkan hubungan harmonis masyarakat dan pemerintah saat ini. Apalagi, tahun depan digelar pemilu. Citra lancar harus terlihat sejak kini sebagai refleksi politis.

"Untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan agenda-agenda besar sosial di Indonesia dan mudik, termasuk dalam agenda besar itu," kata Derajad.

Langkah memfasilitasi pemudik harus dilakukan pemerintah, namun perlu ada upaya-upaya secara paralel harus dilakukan dalam menyiapkan kondisi kesehatan pemudik. Selain itu, fasilitas infrastruktur jalan yang nyaman dan aman.

"Kondisi jalan-jalan apapun jika kondisi pemudik lelah dan kesehatan menurun rsiiko kecelakan akan terjadi. Saya kira, perlu kampanye kesehatan, berkendara aman, dan menyiagakan puskesmas di jalan yang dilewati pemudik," ujar Derajad.

Bagi Derajad, berkendara aman dan menjaga kesehatan merupakan sesuatu yang penting bagi pemudik. Sebab, untuk mengembalikan semangat kalau mudik bisa memperkuat relasi sosial dan menegaskan hubungan desa kota atau antar wilayah.

Soal imbauan pemerintah untuk tidak mudik menggunakan roda dua untuk kendaraan mudik, ia merasa, ada benarnya dikarenakan pemudik motor memang paling berisiko tinggi. Sehingga, Derajad berpendapat, pelarangan tersebut sangat beralasan.

Meski begitu, dengan larangan itu bukan berarti tidak ada warga yang mudik menggunakan motor mengingat motor itu mewakili pemudik kelas menengah ke bawah. Apalagi, ia melihat, pemudik belum sepenuhnya mendapat layanan angkutan umum.

Lalu, fleksibilitas kelompok tertentu untuk mendapat akses angkutan umum yang nyaman dan murah belum sepenuhnya tersedia. Transportasi umum di daerah tujuan yang berbeda kondisi, sehingga tidak salah jika masih ada pemudik motor nekat.

Namun, yang tidak kalah lebih penting dan tidak bisa dihindari bagi pemudik ada semangat menunjukkan aktualisasi diri sebagai seorang perantau ketika kembali ke kampung halaman. Derajad menyarankan, pemudik sebaiknya tidak memamerkan harta.

"Melainkan berbagi ide usaha, pengetahuan dan kegiatan produktif lainnya. Yang dipamerkan bukan kekayaannya, tapi usaha, pengetahuan dan kegiatan produktif," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement