REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin meminta agar kadernya, Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim tidak antikritik atas pernyataan TikToker Bima Yudho Saputro yang mengeluhkan pembangunan infrastruktur di Lampung. Cak Imin pun telah menegur kadernya tersebut.
"Saya tegur dia jangan ikut-ikut antikritik dan kami hari ini pemerintah harus jujur apa adanya," ujar Cak Imin di Kantor DPP PKB, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung harus lebih terbuka terhadap kondisi daerahnya. Apabila kondisi infrastruktur daerahnya tidak baik, Cak Imin mendorong agar hal itu diakui.
"Kalau sudah mampu, silakan tunjukkan hasilnya. Kecerdasan dan informasi publik sudah tidak bisa ditutup-tutupi," katanya.
Saat ini, lanjut Cak Imin, semua informasi publik dapat diakses dengan mudah. Untuk itu, ia berharap agar Pemprov Lampung dapat menerima kritikan dengan lapang dada. "Seandainya kemarin Gubernur Lampung minta maaf itu semua langsung sudah selesai. Minta maaf kondisi seperti ini, pasti masalah bisa langsung selesai," tutur dia.
Tidak hanya itu, kritikan Bima juga turut menyeret kader PKB lainnya, yaitu Bupati Lampung Timur Dawam Rahardjo. Sebab, Dawam menyebut Ayah Bima yang merupakan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan pangkat golongan III salah mendidik anak.
Adapun DPP PKB telah memanggil Dawam yang juga merupakan Ketua DPC PKB Lampung Timur. Cak Imin juga mendorong kadernya untuk menyampaikan permintaan maaf.
"Tentu, kalau bupati saya minta maaf, kalau dia bekerja belum sempurna silakan minta maaf," imbuh Cak Imin.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Dhahana Putra menyayangkan langkah Gubernur Lampung Arinal Djunaidi yang menggunakan jalur hukum dalam merespons kritik dari seorang warga bernama Bima Yudho Saputro.
"Kritik adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang tidak hanya merupakan bagian penting di dalam sebuah pemerintah yang demokratis, tetapi juga elemen kunci di dalam hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi kami," kata Dhahana saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Selasa (18/4/2023).
Merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara RI 1945, kebebasan berpendapat dan berekspresi dibubuhkan di dalam Pasal 28E ayat (3), yang berbunyi bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Lebih lanjut, Dhahana mengutarakan bahwa Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvenan hak sipil dan politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR) melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Dalam ICCPR, negara didorong untuk menjamin kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat disebutkan di dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 19 ayat (2), di mana Pasal 19 ayat (1) berbunyi bahwa setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan atau intervensi.