Kamis 20 Apr 2023 11:01 WIB

Gencatan Senjata Gagal, Warga Sipil Sudan Berupaya Melarikan Diri

Pertempuran sporadis terus berlanjut di Sudan kendati ada gencatan senjata

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Asap mengepul di atas kota selama pertempuran yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan setidaknya 200 kematian menurut asosiasi dokter. di Sudan.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Asap mengepul di atas kota selama pertempuran yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan setidaknya 200 kematian menurut asosiasi dokter. di Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Pertempuran sporadis terus berlanjut di Sudan pada Rabu (19/4/2023) kendati ada gencatan senjata. Warga Sudan yang ketakutan melarikan diri dari Khartoum dengan mengangkut barang seadanya dan berusaha keluar dari ibu kota.

Pertempuran menjadi kurang intens pada jam-jam pertama setelah gencatan senjata berlaku pada pukul 18.00 sore waktu setempat. Namun bentrokan sporadis berlanjut di pusat kota. Penduduk ibu kota yang putus asa telah kehabisan makanan dan perbekalan lainnya.

Baca Juga

Sementara rumah sakit telah rusak dan terpaksa ditutup. Rumah sakit kewalahan menerima korban yang terluka akibat baku tembak, bahkan staf medis mulai kelelahan dan persediaan medis habis. Para pejuang bersenjata mulai menjarah toko-toko dan merampok siapa saja yang berani melangkah keluar.

Hampir 300 orang telah tewas dalam lima hari terakhir, tetapi jumlah korban kemungkinan lebih tinggi karena banyak mayat bergelimpangan di jalanan. Pada jam-jam menegangkan setelah gencatan senjata, Abdalla al-Tayeb bersama dengan warga lainnya mengumpulkan jenazah di dekat markas besar militer.