Kamis 27 Apr 2023 12:27 WIB

Kasus Penganiayaan Anak Polisi, Ini Ancaman Rasulullah Bagi Orang yang Memukuli Orang Lain

Orang yang menganiaya orang lain amal-amalnya bisa habis.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Kasus Penganiayaan Anak Polisi, Ini Ancaman Rasulullah bagi Orang yang Memukuli Orang Lain. Foto:   Penganiayaan (Ilustrasi)
Kasus Penganiayaan Anak Polisi, Ini Ancaman Rasulullah bagi Orang yang Memukuli Orang Lain. Foto: Penganiayaan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi akhirnya menetapkan anak AKBP Achiruddin Hasibuan, Aditya Hasibuan, sebagai tersangka penganiayaan kepada mahasiswa bernama Ken Adrian. Terlepas dari kasus hukumnya, ajaran Islam sangat menentang seorang Muslim menzalimi atau menganiaya atau memukul orang lain, terlebih sesama Muslim. 

Sebab setiap Muslim adalah saudara dan tidak boleh saling menyakiti satu sama lainnya baik dalam bentuk kekerasan verbal seperti menghina maupun kekerasan fisik seperti memukul. 

Baca Juga

Dan wajib bagi setiap Muslim yang bertikai untuk berdamai. Terlebih, orang yang telah berbuat zalim, menganiaya, memukul saudaranya, maka wajib untuk terlebih dulu meminta maaf dengan penuh penyesalan akan perbuatannya, seraya bertaubat pada Allah serta membangun hubungan yang lebih baik dengan orang yang telah dizalimi. Sebab kecelakaan bagi orang yang telah menganiaya orang lain, tapi tidak mau minta maaf pada orang yang telah dianiaya atau dizalimi. 

Sebab kelak di akhirat amal-amalnya bisa habis tanpa sisa berpindah kepada orang yang pernah ia zalimi. Dan bila kebaikannya telah habis, sementara perbuatan zalimnya pada orang lain masih belum terhapuskan karena saking besarnya, dia akan menanggung setiap keburukan orang-orang yang pernah dizaliminya. Sehingga orang yang suka menzalimi atau menganiaya itu akan habis pahalanya dan menumpuk dosanya.  Sebagaimana dalam hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda: 

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليَوْمَ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ  (رواه البخاري)  

“Barang siapa yang melakukan suatu kezaliman terhadap saudaranya, baik menzalimi kehormatannya atau apa saja, hendaklah ia meminta orang itu melepaskan atau menghalakannya (memaafkan) pada hari itu juga (di dunia), sebelum datang suatu masa yang tidak berfaedah lagi dinar atau dirham (hari akhir). Jika ia mempunyai amal yang baik, akan dicabutnya untuk menutup kezalimannya. Jika amal baiknya telah habis, sedang kezalimanya belum ditebus, ia akan menanggung keburukan-keburukan dari orang yang dianiaya olehnya” (HR Bukhari Nomor 2449).

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement