REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pemukulan oleh anak mantan Kabag Bin ops Direktorat Narkoba Polda Sumut, AKBP Achiruddin Hasibuan, membuka tabir mengenai pola pengasuhan anak. Dalam kasus anak AKBP Achiruddin, sang ayah diduga kedapatan membiarkan anaknya melakukan penganiayaan.
Beberapa orang tua mungkin merasa harus selalu melindungi dan memaklumi anak-anak mereka, termasuk saat anak melakukan kesalahan. Akan tetapi, membiarkan anak melakukan kesalahan tanpa memahami konsekuensinya bisa membawa dampak yang buruk bagi anak di kemudian hari.
"Anak ini akan punya kecenderungan kesulitan pada saat dia berhadapan dengan lingkungan yang lebih luas nanti," jelas psikolog anak, remaja, dan keluarga dari Tigagenerasi dan Citra Ardhita Psy Services, Ayoe Sutomo MPsi Psikolog CGA, Kamis (27/4/2023).
Ayoe mengatakan semakin anak bertumbuh dan bertambah usianya, dia akan berkenalan dengan lingkungan yang lebih luas, teman-teman yang lebih banyak, serta lingkungan yang mungkin jauh berbeda dengan yang diterapkan oleh keluarga. Anak juga akan dihadapkan dengan beragam situasi yang mungkin terjadi di luar kendali individu.
Dalam menghadapi situasi-situasi baru tersebut, anak perlu memiliki kemampuan adaptasi yang baik. Namun, anak yang sering kali dimaklumi atau dibiarkan saat berbuat salah, bisa mengalami kesulitan dalam beradaptasi.
Ketika anak tidak bisa beradaptasi, ada beberapa output yang mungkin terjadi. Salah satunya, anak akan menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Dampak lainnya, anak bisa kurang mampu meregulasi diri dan kontrol emosi. "Sehingga akhirnya melakukan kekerasan," lanjut Ayoe.
Menurut Ayoe, orang tua perlu melatih anak untuk bertanggung jawab atas kesalahan yang mereka lakukan sedini mungkin. Menumbuhkan kesadaran agar anak mau bertanggung jawab atas kesalahan yang mereka lakukan tak bisa dilakukan secara instan.
"Itu merupakan output dari sebuah proses pengajaran yang panjang atau proses pengasuhan yang panjang," tutur Ayoe.
Pada anak kecil misalnya, orang tua bisa mengajarkan anak untuk merapikan mainan mereka yang berantakan. Memiliki hewan peliharaan juga dapat membantu mengajarkan anak untuk bertanggung jawab.
Sedangkan pada usia pra remaja atau remaja, orang tua bisa memberikan pemahaman dengan konteks yang lebih mendalam. Sebagai contoh, orang tua memberi pemahaman bahwa suatu saat anak akan berada dalam suatu lingkungan tanpa ayah dan ibunya. Bila anak tak belajar mengenai tanggung jawab, dia mungkin akan kesulitan. Namun, beritahu pula bahwa orang tua akan selalu ada kapan pun anak membutuhkan dukungan.
Orang tua juga perlu membiasakan diri untuk tidak terlalu menyalahkan anak ketika anak melakukan kesalahan. Alasannya, kebiasaan tersebut bisa membuat anak merasa ketakutan ketika ketika berbuat salah dan mungkin akan menyalahkan orang lain untuk menutupi kesalahan tersebut.
"Pola (asuh) yang tepat adalah mengajarkan anak untuk berlatih bertanggung jawab, mau mengakui kesalahan, bisa berempati, kemudian mau atau berlatih meminta maaf jika berbuat salah, dan menormalisasi 'oh kalau salah tuh nggak kenapa-napa', untuk kemudian meminta maaf. Tidak selalu kita senantiasa harus selalu benar," ujar Ayoe.