REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian orang mungkin pernah berinteraksi dengan orang yang selalu bangga dengan dirinya, yang terkesan sombong serta pamer. Barangkali, orang itu saat mengobrol atau menyimak orang lain bercerita, malah berbalik menceritakan kehebatan dan kelebihan dirinya.
Contohnya, dia mungkin merespons cerita orang dengan "Aku juga....", "Aku...", dan "Aku...". Semua hanya tentang dirinya.
Psikiater dr Lahargo Kembaren SpKJ menyebut hal itu bisa menjadi tanda gangguan kepribadian narsistik atau narcissistic personality disorder (NPD). Lahargo menjelaskan terlebih dahulu tentang gangguan kepribadian, yaitu gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya pikiran, sikap, dan perilaku tidak serasi. Itu terjadi di ranah kesadaran, pengendalian impuls, persepsi, cara berpikir, dan hubungan dengan orang lain.
"Berlangsung dalam jangka waktu yang lama, menetap, dan menyebabkan penderitaan serta mengganggu pekerjaan dan aktivitas sosial sehari hari," kata Lahargo kepada Republika.co.id, dikutip Jumat (28/4/2023).
Hal yang memengaruhi munculnya gangguan kepribadian salah satunya adalah faktor biologi seperti bawaan, genetik, temperamen, trauma kepala, dan narkoba. Ada pula faktor psikologis (pengalaman hidup, peristiwa traumatis), serta faktor sosial (pola asuh, lingkungan sosial, nilai, norma, budaya, dan spiritual).
Gangguan kepribadian narsistik atau NPD masuk dalam golongan gangguan kepribadian klaster B. Dia menjelaskan, gangguan kepribadian di klaster B punya karakteristik dramatis, emosi yang berlebihan, serta pikiran dan perilaku yang sulit diprediksi.
Kepala Instalasi Rehabilitasi Psikososial Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor itu menjelaskan tanda dan gejala NPD. Secara berlebih, pengidap NPD merasa dirinya sangat penting, seperti melebihkan bakat atau prestasi, serta mengharap dikenal sebagai orang yang superior.
Dia mungkin juga berpreokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan, kehebatan, kecantikan, atau kekasih ideal. Selain itu, pengidap NPD kerap merasa dirinya sebagai orang "spesial" dan unik. Sehingga, dia merasa hanya dapat dimengerti oleh orang lain/institusi yang spesial atau berkedudukan lebih tinggi.
Tanda lain pengidap NPD yakni membutuhkan pemujaan berlebihan serta merasa dirinya mempunyai hak istimewa. Misalnya, menuntut perlakuan khusus, atau orang lain harus menuruti kehendaknya. Dalam hubungan interpersonal, sifatnya kerap eksploitatif, yaitu menggunakan orang lain untuk kepentingan diri sendiri.
Orang tersebut pun kurang atau tidak mampu berempati, tidak mau mengenal atau beridentifikasi dengan perasaan atau kebutuhan orang lain. Gejala berikutnya yaitu sombong, sering iri hati pada orang lain, atau malah merasa bahwa orang lain iri hati terhadapnya. "Apabila sudah demikian, maka diagnosis NPD dapat ditegakkan," kata Lahargo.
Ada pun penanganan untuk NPD yakni psikoterapi, seperti terapi kognitif dan perilaku (CBT), terapi keluarga, psikoterapi psikodinamik, dan psikoanalisis. Psikofarmaka bisa diberikan bila individu datang dengan keluhan tertentu, misalnya depresi, ansietas, mood swing, dan lainnya.
Lahargo mengatakan, orang yang mengalami gangguan kepribadian narsistik sering kali tidak menyadari bahwa dia butuh bantuan, sehingga penting sekali orang sekitar untuk mendampingi, mengingatkan, dan mengajaknya berkonsultasi ke profesional kesehatan jiwa. "Hindari sikap menghakimi dan konfrontasi, tetap kedepankan komunikasi yang positif dan suportif, serta empati," kata Lahargo.