Senin 01 May 2023 20:53 WIB

Pengamat: Batalkan Relaksasi Ekspor Konsentrat Freeport

Harga saham Freeport McMoran terancam jika produksi turun.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
 Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk pertama kalinya mengunjungi tambang Grasberg yang dikelola PT Freeport Indonesia, Kamis (1/9/2022).
Foto: Kementerian BUMN
Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk pertama kalinya mengunjungi tambang Grasberg yang dikelola PT Freeport Indonesia, Kamis (1/9/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi meminta pemerintah untuk membatalkan relaksasi atau perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga Freeport hingga Mei 2024 yang sediakanya disetop mulai Juni 2023.

Adapun relaksasi ekspor konsentrat Freeport lantaran proyek fasilitas pemurnian konsentrat atau smelter di Gresik, Jawa Timur molor dari target selesai Desember 2024.

Baca Juga

Fachmy menegaskan, pelarangan ekspor konsenterat itu berdasarkan Undang-Undang 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang melarang ekspor tambang dan mineral mentah, tanpa dihilirisasi di dalam negeri.

"Tidak hanya kali ini saja relaksasi ekspor konsenterat diberikan kepada Freeport. Sejak 2014 sudah lebih dari delapan kali izin relaksasi ekspor konsenterat diberikan dengan janji pembangunan smelter. Namun, Freeport selalau ingkar janji untuk menyelesasikan pembangunan smelter hingga kini," kata Fachmy secara tertulis kepada Republika.co.id, Senin (1/5/2023).

Menurut Fachmy, keputusan relaksasi ekspor konsenterat tidak lepas dari ancaman Freeport, yang selalu mengancam akan menghentikan produksi dan melakukan PHK besar-besaran.

Penghentian produksi itu dikatakan berdampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia dan Papua.

"Ancaman tersebut sesungguhnya hanya gertak sambal yang tidak akan pernah dilaksankan. Alasannya, kalau Freeport benar-benar menghentikan produksinya sudah pasti akan memperpuruk harga saham Freeport McMoran, pemegang saham 41 persen PTFI yang listed di Pasar Modal Wall Street," tegasnya.

Ia pun menilai, Presiden Joko Widodo seharusnya tidak perlu takut dengan ancaman yang dilontarkan oleh Freeport dan harus konsisten dengan kebijakan pelarangan ekspor konsenterat, serta tetap konsisten menjalankan program hilirisasi.

Pasalnya, pemberian relaksasi ekskpor konsenterat itu juga menimbulkan diskriminasi terhadap pengusaha nikel dan bauksit yang selama ini sudah diwajibkan hilirisasi di smelter dalam negeri, sehingga mereka akan menuntut relaksasi ekspor serupa.

Menurutnya, jika pemerintah memenuhi tuntutan tersebut, maka program hilirisasi akan porak poranda. Padahal tujuan mulia dalam hilirisasi adalah menaikkan nilai tambah dan mengembangkan ekosistem industri.

Selain itu, pemberian relaksasi ekspor konsenterat kepada Freeport akan memicu ketidakpastian hukum yang menyebabkan investor smelter pergi dari Indonesia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement