REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Media pemerintah Korea Utara pada Jumat (5/5/2023) kian gencar menyampaikan kritik Pyongyang terhadap kesepakatan antara Korea Selatan dan Amerika Serikat yang baru-baru dicapai kedua negara mengenai perlunya memperluas upaya pencegahan.
Mengutip artikel yang dimuat media massa Cina, Kantor Berita Korea Utara (KCNA) menyebut kesepakatan itu akan menciptakan struktur Perang Dingin baru di Asia Timur Laut dan meningkatkan risiko terjadinya konfrontasi di kawasan ini.
KCNA juga mengisyaratkan bahwa Korea Utara bisa melancarkan provokasi lebih sering lagi jika Korea Selatan dan Amerika Serikat meningkatkan kemampuan deterens (penangkalan) terhadap Pyongyang.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Presiden Amerika Serikat Joe Bidenpekan lalu menggelar KTT di Washington. Mereka mengumumkan penerapan Deklarasi Washington mengenai upaya memperkuat deterens terhadap ancaman Korea Utara, termasuk dengan menggelarkapal selam berpeluru kendali nuklir (SSBN) ke Korea Selatan.
"Ini hanya meningkatkan bahaya perang yang jauh dari upaya memajukan keamanan, bukan?," lapor KCNA.
"Akankah Korea Utara mengendurkan sikapnya atau justru mengembangkan nuklir dan rudal yang lebih dahsyat, di tengah seringnya Amerika Serikat mengerahkan aset-aset nuklirnyadi Korea Selatan?," kata KCNA.
Laporan KCNA pada Jumat (5/5/2023) itu adalah aspek terbaru dari kian sengitnya Korea Utara mengkritik Korea Selatan dan Washington setelah Presiden Yoon dan Biden membuat kesepakatan itu.
Kim Yo-jong, adik pemimpin Korea UtaraKim Jong-un, mengeluarkan respons pertama Korut terhadap KTT Yoon-Biden Sabtu lalu. Dia memperingatkan bahwa Korea Utarabisa mengambil tindakan 'lebih tegas' untuk mengatasi perubahan lingkungan keamanan.
Pada Rabu, KCNA melaporkan kaum muda Korea Utara menggelar unjuk rasa sembari membakar patung yang melambangkan 'penjajah dan provokator', yang tampaknya ditujukan kepada Yoon dan Biden.