REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa dunia saat ini berhadapan dengan masalah yang lebih kompleks dibandingkan pada era pandemi COVID-19. Pernyataan tersebut disampaikan dalam peluncuran Laporan 'Pathways Towards Economic Security: Indonesia Poverty Assesment' oleh World Bank (Bank Dunia) di Jakarta, Selasa (9/5/2023).
"Saya tidak menyebutkan bahwa pandemi itu tidak rumit, pada saat itu, kami juga benar-benar kewalahan. Namun saat ini, kita berhadapan dengan kebijakan di lingkungan (global) yang jauh lebih kompleks yang semuanya tidak didorong oleh masalah ekonomi semata, namun masalah ekonomi yang bersumber dari politik dan geopolitik serta keamanan. Itulah mengapa proyeksi dan prediksi menjadi lebih kompleks karena kita tidak dapat memprediksi politik," kata Menkeu.
Situasi geopolitik yang tengah terjadi menciptakan krisis global sehingga mendorong peningkatan harga energi dan pangan sertakenaikan inflasi terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Berbagai persoalan tersebut, lanjutnya, menyebabkan peningkatan inflasi di AS dan Eropa sehingga berimplikasi besar ke seluruh dunia mengingat Bank Sentral (The Fed) menaikkan tingkat suku bunga. Dengan suku bunga yang tinggi, inflasi yang melonjak, dankilling the job.
Selagi masalah ekonomi terjadi di dunia, keadaan geopolitik turut mendorong problem ekonomi. "Saya akan bertanya kepada siapa pun di sini dari Australia, bisakah anda memprediksi apa yang akan terjadi dengan politik di Australia? Saya kira tidak demikian. Meski banyak polling, dapatkah Anda memprediksi apa yang akan terjadi pada pemilu Amerika Serikat 2024? Saya kira tidak demikian," kata Sri Mulyani.
Menkeu mengajak para pemangku kepentingan di lingkungan politik untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih baik dalam mengatasi berbagai persoalan di tingkat global. "Politik adalah sesuatu yang nyata dan dapat membentuk banyak kebijakan. Itulah mengapa kita harus melakukan yang terbaik dari lingkungan politik dan melakukan yang terbaik untuk mendorong kebijakan yang baik," ucap Menkeu.