REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Pemerintah kabupaten di wilayah tengah Aceh telah memasukkan muatan lokal Bahasa Gayo ke dalam kurikulum pembelajaran di tingkat sekolah untuk menyelamatkan bahasa daerah tersebut dari ancaman kepunahan.
Koordinator Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Perlindungan dan Pemodernan Bahasa dan Sastra, Ibrahim Sembiring, di Banda Aceh, Selasa, menyampaikan penerapan muatan lokal Bahasa Gayo tersebut telah diterapkan di wilayah Aceh Tengah, kemudian segera diikuti oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bener Meriah dan Gayo Lues.
"Aceh Tengah sudah, dan Insya Allah dua kabupaten tersebut (Bener Meriah, Gayo Lues) juga akan menerapkan muatan lokal bahasa bukan seni dan budaya pada 2023 ini," kata Ibrahim Sembiring.
Ibrahim mengatakan muatan lokal tersebut bagian dari upaya revitalisasi Bahasa Gayo yang berdasarkan kajian vitalitas Bahasa Gayo pada 2019 disimpulkan berstatus rentan, artinya masih banyak penggunanya, tetapi terbatas.
"Bahasa Gayo belum punah, tapi dapat diasumsikan mengalami kemunduran, bahkan kritis, sehingga perlu direvitalisasi," ujarnya.
Sebelumnya Balai Bahasa Provinsi Aceh (BBPA) bersama pemangku kebijakan dan pemerintah di tiga kabupaten, yakni Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues, telah melakukan rapat koordinasi yang telah melahirkan rekomendasi dan juga komitmen.
Kemudian telah melaksanakan diskusi kelompok terpimpin untuk menyusun modul sebagai acuan dalam merevitalisasi Bahasa Gayo serta melakukan diseminasi pengajaran kepada guru master yang paham Bahasa Gayo.
"Dengan adanya diseminasi ini guru master yang paham Bahasa Gayo, maka dapat melakukan pengimbasan kepada siswa," kata Kepala BBPA Umar Solikhan.
Selanjutnya, kata Solikhan, dalam rangka mencegah kepunahan, pihaknya juga telah mengadakan lomba berbahasa Gayo yang terdiri dari enam kategori yakni lomba menulis cerpen (cerite singket), mendongeng (kekeberen), menulis dan membaca puisi (puisi Gayo), dendang tradisi (denang jangin), komedi tunggal (stand up comedy), dan pidato (pedato).
Ia menambahkan enam mata lomba tersebut merupakan babak akhir dari tahapan revitalisasi bahasa daerah yang digelar mulai tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional.
"Nantinya, peserta terpilih yang masuk tahapan nasional berhak untuk mengikuti Festival Tunas Bahasa Ibu yang digelar pada Februari bertepatan dengan hari Bahasa Ibu Internasional," kataUmar Solikhan.